Rabu, 18 Mei 2016

Bahkan Hewan Pun Tidak Rela Rasulullah Dihina

Bahkan Hewan Pun Tidak Rela Rasulullah Dihina

KIBLAT.NET – Pada tahun 1258 (675 H), hiduplah seorang pemimpin Mongolia tiran bernama Hulaghu Khan, yang menginvasi Baghdad dan menewaskan ribuan ulama. Ini membuka jalan bagi misionaris Kristen untuk menyebarkan agama Kristen dan memurtadkan kaum Muslim secara terang-terangan. Hulaghu sendiri menikah dengan seorang wanita Kristen. Suatu hari, sebuah delegasi orang-orang Kristen terkemuka menuju Baghdad untuk menghadiri pesta besar. Mereka merayakan kemurtadan pemimpin kunci Mongolia ke agama Kristen.
Pemimpin Mongolia itu memiliki anjing pemburu kesayangan yang terikat pada tali di dekatnya. Salah seorang Kristen kemudian memberi ucapan selamat kepada pemimpin Mongolia karena keputusannya yang bijaksana.
Kemudian, ia melanjutkan mencaci Rasulullah. Anjing menyalak dengan keras kemudian menyerang si Kristen. Anjing itu mencakarnya dengan kasar. Butuh beberapa orang untuk melepaskan anjing dari si Kristen. Salah satu hadirin berkata, “Anjing melakukan ini karena apa yang Anda katakan tentang Muhammad.”
Orang Kristen menepis komentar pria itu dengan angkuh dan berkata, “Tidak, bukan karena itu. Ketika sedang berbicara, saya menunjuk dengan tangan; si anjing mengira bahwa saya akan memukulnya.” Orang Kristen tidak bergeming dengan kejadian tersebut dan terus menghina Nabi.
Seketika, si anjing bertambah marah. Ia melepaskan diri dari ikatan yang longgar kemudian melompat ke arah si Kristen. Ia menggigit leher pria itu dengan sangat keras. Gigitan si anjing membuat tenggorokan si Kristen menyembul keluar; pria Kristen itu pun mati seketika. Kejadian ini menyebabkan 40.000 orang Mongolia memeluk Islam.
Penulis : Dhani El_Ashim

Sabtu, 14 Mei 2016

Cinta


Al Kahfi 109









Katakanlah: Sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula)".(Al Kahfi 109)

ISLAM

Jumat, 08 April 2016

Rahmat Ilahi

Sesungguhnya ALLAH SWT menciptakan sesuatu untuk menunjukkan Rahmat dan Kasih SayangNya kepada makhluknya... Manusia mendapatkan cobaan dalam kehidupan ini untuk menunjukkan ketaatan dan ketakwaan kita padaNya, untuk mencapai RidhoNya... Wallahu'alam

Kamis, 07 April 2016

Nabi Sulaiman as

"Dan Kami karuniakan kepada Daud, Sulaiman, dia adalah sebaik-baik hamba. Sesungguhnya dia amat taat (kepada Tuhannya). (Ingatlah) ketika dipertunjukkan kepadanya kuda-kuda yang tenang di waktu berhenti dan cepat waktu berlari pada waktu sore. maka ia berkata: 'Sesungguhnya aku menyukai kesenangan terhadap barang yang baik (kuda) sehingga aku lalai mengingat Tuhanku sampai kuda itu hilang dari pandangan.' Bawalah semua kuda itu kembali kepadaku.' Lalu ia potong kaki dan leher kuda itu." (QS. Shad: 30-33)

Muhammad Al Fatih

Rasulullah S.A.W: “Constantinople akan ditakluki oleh tentera Islam. Rajanya (yang menakluk) adalah sebaik-baik raja dan tenteranya (yang  menakluk) adalah sebaik-baik tentera.

Rabu, 06 April 2016

Ada Balasannya

"Faman ya'mal mitsqaala dzaratin khairay yarah, waman ya'mal mitsqaala dzaratin syarray yarah."
Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan sebesar biji zarrah pun niscaya dia akan melihat balasannya, dan barangsiapa yang mengerjakan keburukan sebesar biji zarrah pun niscaya dia akan melihat balasannya.
(QS. Al-Zalzalah[99]: 7-8)

Rabu, 30 Maret 2016

Islam Menjaga dan Memuliakan Wanita

Di antara stigma negatif yang dialamatkan oleh Barat terhadap ajaran Islam adalah, bahwa Islam tidak menghargai kedudukan wanita, memasung kebebasannya, tidak adil dan menjadikannya sebagai manusia kelas dua …

Di antara stigma negatif yang dialamatkan oleh Barat terhadap ajaran Islam adalah, bahwa Islam tidak menghargai kedudukan wanita, memasung kebebasannya, tidak adil dan menjadikannya sebagai manusia kelas dua yang terkungkung dalam penguasaan kaum laki-laki serta hidup dalam kehinaan. Wanita Islam pun dicitrakan sebagai wanita terbelakang dan tersisihkan dari dinamika kehidupan tanpa peran nyata di masyarakat. Oleh karena itu, mereka menganggap, bahwa Islam adalah hambatan utama bagi perjuangan kesetaraan gender.
Anehnya, sebagian kaum muslimin yang telah kehilangan jati dirinya malah terpengaruh dengan pandangan-pandangan itu. Alih-alih membantah, mereka malah menjadi bagian dari penyebar pemikiran mereka. Dibawah kampanye emansipasi wanita dan kesetaraan gender, mereka ingin agar kaum muslimah melepaskan nilai-nilai harga diri mereka yang selama ini dijaga oleh Islam.

Wanita pra-Islam

Sebelum datang Islam, seluruh umat manusia memandang hina kaum wanita. Jangankan memuliakannya, menganggapnya sebagai manusia saja tidak. Orang-orang Yunani menganggap wanita sebagai sarana kesenangan saja. Orang-orang Romawi memberikan hak atas seorang ayah atau suami menjual anak perempuan atau istrinya. Orang Arab memberikan hak atas seorang anak untuk mewarisi istri ayahnya. Mereka tidak mendapat hak waris dan tidak berhak memiliki harta benda. Hal itu juga terjadi di Persia, Hidia dan negeri-negeri lainnya. (Lihat al Mar`ah, Qabla wa Ba’da al Islâm, Maktabah Syamilah, Huqûq al Mar`ah fi al Islâm: 9-14)
Orang-orang Arab ketika itu pun biasa mengubur anak-anak perempuan mereka hidup-hidup tanpa dosa dan kesalahan, hanya karena ia seorang wanita! Allah berfirman tentang mereka,
 وَإِذَا بُشِّرَ أَحَدُهُمْ بِالْأُنْثَى ظَلَّ وَجْهُهُ مُسْوَدًّا وَهُوَ كَظِيمٌ . يَتَوَارَى مِنَ الْقَوْمِ مِنْ سُوءِ مَا بُشِّرَ بِهِ أَيُمْسِكُهُ عَلَى هُونٍ أَمْ يَدُسُّهُ فِي التُّرَابِ أَلَا سَاءَ مَا يَحْكُمُونَ
 “Dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, hitamlah (merah padamlah) mukanya, dan dia sangat marah. Ia menyembunyikan dirinya dari orang banyak, disebabkan buruknya berita yang disampaikan kepadanya. Apakah dia akan memeliharanya dengan menanggung kehinaan ataukah akan menguburkannya ke dalam tanah (hidup-hidup)?. Ketahuilah, alangkah buruknya apa yang mereka tetapkan itu.” (QS. An-Nahl [16]: 58)
Muhammad al Thâhir bin Asyûr mengatakan, “Mereka mengubur anak-anak perempuan mereka, sebagian mereka langsung menguburnya setelah hari kelahirannya, sebagian mereka menguburnya setelah ia mampu berjalan dan berbicara. Yaitu ketika anak-anak perempuan mereka sudah tidak bisa lagi disembunyikan. Ini adalah diantara perbuatan terburuk orang-orang jahiliyyah. Mereka terbiasa dengan perbuatan ini dan menganggap hal ini sebagai hak seorang ayah, maka seluruh masyarakat tidak ada yang mengingkarinya.” (al Tahrîr wa al Tanwîr: 14/185)

Wanita Pasca Islam

Kemudian cahaya Islam pun terbit menerangi kegelapan itu dengan risalah yang dibawa oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, memerangi segala bentuk kezaliman dan menjamin setiap hak manusia tanpa terkecuali. Perhatikan Allah berfirman tentang bagaimana seharusnya memperlakukan kaum wanita dalam ayat berikut:
 يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَحِلُّ لَكُمْ أَنْ تَرِثُوا النِّسَاءَ كَرْهًا وَلَا تَعْضُلُوهُنَّ لِتَذْهَبُوا بِبَعْضِ مَا آتَيْتُمُوهُنَّ إِلَّا أَنْ يَأْتِينَ بِفَاحِشَةٍ مُبَيِّنَةٍ وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ فَإِنْ كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا
 “Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (QS. An Nisa [4]: 19)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga sering mengingatkan dengan sabda-sabdanya agar umat Islam menghargai dan memuliakan kaum wanita. Di antara sabdanya:
 اِسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا
 “Aku wasiatkan kepada kalian untuk berbuat baik kepada para wanita.” (HR Muslim: 3729)
 خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لأَهْلِى
“Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap istrinya, dan aku adalah yang paling baik terhadap istriku.” (HR Tirmidzi, dinyatakan shahih oleh Al Albani dalam “ash-shahihah”: 285)
Dr. Abdul Qadir Syaibah berkata, “Begitulah kemudian dalam undang-undang Islam, wanita dihormati, tidak boleh diwariskan, tidak halal ditahan dengan paksa, kaum laki-laki diperintah untuk berbuat baik kepada mereka, para suami dituntut untuk memperlakukan mereka dengan makruf serta sabar dengan akhlak mereka.” (Huqûq al Mar`ah fi al Islâm: 10-11)

Wanita adalah Karunia, Bukan Musibah

Setelah sebelumnya orang-orang jahiliyah memandang wanita sebagai musibah, Islam memandang bahwa wanita adalah karunia Allah. Bersamanya kaum laki-laki akan mendapat ketenangan, lahir maupun batinnya. Darinya akan muncul energi positif yang sangat bermanfaat berupa rasa cinta, kasih sayang dan motivasi hidup. Laki-laki dan wanita menjadi satu entitas dalam bingkai rumah tangga. Kedunya saling membantu dalam mewujudkan hidup yang nyaman dan penuh kebahagian, mendidik dan membimbing generasi manusia yang akan datang. Allah berfirman,
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (QS. Al Rûm [30]: 21)
وَاللَّهُ جَعَلَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا وَجَعَلَ لَكُمْ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ بَنِينَ وَحَفَدَةً وَرَزَقَكُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ أَفَبِالْبَاطِلِ يُؤْمِنُونَ وَبِنِعْمَتِ اللَّهِ هُمْ يَكْفُرُونَ
“Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari isteri-isteri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezki dari yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah?.” (QS. An Nahl [16]:72)
هُنَّ لِبَاسٌ لَكُمْ وَأَنْتُمْ لِبَاسٌ لَهُنَّ
“Mereka (istri-istri) adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka.” (QS. Al Baqarah [2]: 187)

Hak dan Kedudukan Wanita

Sebagaimana laki-laki, hak-hak wanita juga terjamin dalam Islam. Pada dasarnya, segala yang menjadi hak laki-laki, ia pun menjadi hak wanita. Agamanya, hartanya, kehormatannya, akalnya dan jiwanya terjamin dan dilindungi oleh syariat Islam sebagaimana kaum laki-laki. Diantara contoh yang terdapat dalam al Qur`an adalah: wanita memiliki hak yang sama dengan laki-laki dalam beribadah dan mendapat pahala:
وَمَنْ يَعْمَلْ مِنَ الصَّالِحَاتِ مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَأُولَئِكَ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ وَلَا يُظْلَمُونَ نَقِيرًا
“Barangsiapa yang mengerjakan amal-amal saleh, baik laki-laki maupun wanita sedang ia orang yang beriman, maka mereka itu masuk ke dalam surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikitpun.” (QS. An Nisâ [4]: 124)
Wanita juga memiliki hak untuk dilibatkan dalam bermusyawarah dalam soal penyusuan:
فَإِنْ أَرَادَا فِصَالًا عَنْ تَرَاضٍ مِنْهُمَا وَتَشَاوُرٍ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا
“Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya.” (QS. Al Baqarah [2]: 233)
Wanita berhak mengadukan permasalahannya kepada hakim:
قَدْ سَمِعَ اللَّهُ قَوْلَ الَّتِي تُجَادِلُكَ فِي زَوْجِهَا وَتَشْتَكِي إِلَى اللَّهِ وَاللَّهُ يَسْمَعُ تَحَاوُرَكُمَا إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ بَصِيرٌ
“Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan wanita yang mengajukan gugatan kepada kamu tentang suaminya, dan mengadukan (halnya) kepada Allah. Dan Allah mendengar soal jawab antara kamu berdua. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. Al Mujâdilah [58]: 1)
Dan di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, diriwayatkan beberapa kasus pengaduan wanita kepadanya.
Wanita adalah partner laki-laki dalam peran beramar makruf nahi munkar dan ibadat yang lainnya:
وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَيُطِيعُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ أُولَئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al Taubah [9]: 71)
Allah juga berfirman tentang hak wanita:
وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
“Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf. Akan tetapi laki-laki, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al Baqarah [2]: 228)
Ibnu Katsir berkata, “Maksud ayat ini adalah bahwa wanita memiliki hak atas laki-laki, sebagaimana laki-laki atas mereka. Maka, hendaknya masing-masing dari keduanya menunaikan hak yang lainnya dengan cara yang makruf.” (Tafsîr al Qur`ân al Adzîm: 1/609)
Muhammad al Thâhir bin ‘Asyûr berkata, “Ayat ini adalah deklarasi dan sanjungan atas hak-hak wanita.” (al Tahrîr wa al Tanwîr: 2/399)

Mutiara Yang Harus Dijaga

Selain menjamin hak-hak wanita, Islam pun menjaga kaum wanita dari segala hal yang dapat menodai kehormatannya, menjatuhkan wibawa dan merendahkan martabatnya. Bagai mutiara yang mahal harganya, Islam menempatkannya sebagai makhluk yang mulia yang harus dijaga. Atas dasar inilah kemudian sejumlah aturan ditetapkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala. Dan agar berikutnya, kaum wanita dapat menjalankan peran strategisnya sebagai pendidik umat generasi mendatang.
Muhammad Thâhir ‘Asyûr rahimahullah berkata, “Agama Islam sangat memperhatikan kebaikan urusan wanita. Bagaimana tidak, karena wanita adalah setengah dari jenis manusia, pendidik pertama dalam pendidikan jiwa sebelum yang lainnya, pendidikan yang berorientasi pada akal agar ia tidak terpengaruh dengan segala pengaruh buruk, dan juga hati agar ia tidak dimasuki pengaruh setan…
Islam adalah agama syariat dan aturan. Oleh karena itu ia datang untuk memperbaiki kondisi kaum wanita, mengangkat derajatnya, agar umat Islam (dengan perannya) memiliki kesiapan untuk mencapai kemajuan dan memimpin dunia.” (al Tahrîr wa al Tanwîr: 2/400-401)
Di antara aturan yang khusus bagi wanita adalah aturan dalam pakaian yang menutupi seluruh tubuh wanita. Aturan ini berbeda dengan kaum laki-laki. Allah memerintahkan demikian agar mereka dapat selamat dari mata-mata khianat kaum laki-laki dan tidak menjadi fitnah bagi mereka.
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا
“Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnyake seluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Ahzâb [33]: 59)
Wanita pun diperintah oleh Allah untuk menjaga kehormatan mereka di hadapan laki-laki yang bukan suaminya dengan cara tidak bercampur baur dengan mereka, lebih banyak tinggal di rumah, menjaga pandangan, tidak memakai wangi-wangian saat keluar rumah, tidak merendahkan suara dan lain-lain.
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى
“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmudan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu.” (QS. Al Ahzâb [33]: 33)

Semua syariat ini ditetapkan oleh Allah dalam rangka menjaga dan memuliakan kaum wanita, sekaligus menjamin tatanan kehidupan yang baik dan bersih dari prilaku menyimpang yang muncul akibat hancurnya sekat-sekat pergaulan antara kaum laki-laki dan wanita. Merebaknya perzinahan dan terjadinya pelecehan seksual adalah diantara fenomena yang diakibatkan karena kaum wanita tidak menjaga aturan Allah diatas dan kaum laki-laki sebagai pemimpin dan penanggungjawab mereka lalai dalam menerapkan hukum-hukum Allah atas kaum wanita.

Penutup

Akhirnya, dengan keterbatasan ilmu dan kata, penulis merasa bahwa apa yang dipaparkan dalam tulisan ini masih jauh dari sempurna. Namun mudah-mudahan paling tidak dapat sedikit menjawab keragu-raguan yang mungkin hinggap pada benak sebagian kaum muslimin tentang pandangan Islam terhadap wanita, disebabkan karena merebaknya opini keliru yang disebarkan oleh orang-orang yang tidak menginginkan syariat Islam tegak menopang sendi-sendi kehidupan umat manusia
***
Wallâhu a’alam bish-shawâb wa shallallâhu ‘alâ nabiyyinâ Muhammad.

Riyadh, 22 Jumada Tsani 1433 H

Berdiam Diri terhadap Kezaliman termasuk Sabar?

Sabar seperti itu bukanlah sabar yang pelakunya dijanjikan surga oleh Allah Swt. seperti dalam firman-Nya: Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas. (QS. az-Zumar [39]: 10)

Allah Cinta Hati Yang Berkasih Sayang

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, kelak Allâh Yang Maha Pemurah akan menanamkan dalam (hati) mereka rasa kasih sayang.”
(Q.S. Maryam [19] : 96)
Kasih sayang adalah salah satu sifat yang dicintai oleh Allâh Azza wa Jalla. Jika sifat kasih sayang itu melekat pada diri seorang muslim, niscaya Allâh juga sangat mencintainya. Karena ketika hati telah tersentuh oleh sifat kasih sayang ini, hatinya akan menjadi lembut dan dapat mengenal, memuliakan, dan mengagungkan-Nya. Disamping itu, juga tahu bahwa Allâh Maha Pengasih dan juga Maha Penyayang, sehingga dengan hati yang lembut itu akan menyebut asma-Nya, mengagungkan-Nya, taat, dan tunduk kepada-Nya, dan akhirnya mengasihi dan menyayangi makhluk ciptakan Allâh Azza wa Jalla.
Dalam sebuah riwayat, suatu ketika Nabi Muhammad shalallâhu alaihi wa sallam mencium cucu beliau Hasan bin Ali radhiyallâhu ‘anh dan disaaat itu disisi Nabi ada Aqra’ bin Habis yang kemudian berkata kepada Nabi, “Aku mempunyai 10 anak, dan belum pernah aku menciumnya.” Kemudian Nabi pun bersabda, “Orang yang tidak memiliki kasih sayang tidak akan dikasih sayangi.” (H.R. Bukhari Muslim) Dalam riwayat lain disebutkan, “Orang yang tidak memiliki kasih sayang kepada sesama manusia, tidak dikasihi Allâh.”(H.R. Bukhari)
Orang yang tidak memiliki kasih sayang kepada para hamba Allâh, maka Allâh tidak akan memberikan kasih sayang kepadanya. Hal tersebut dapat juga diartikan bahwa orang yang senantiasa berkasih sayang kepada sesama hamba Allâh, Allâh akan mencurahkan kasih sayang-Nya kepadanya. Rasulullah bersabda, “Orang-orang yang memiliki kasih sayang, akan mendapatkan curahan kasih sayang dari Dzat yang Maha Rahman.” (H.R. Abu Dawud, Turmidzi, dan Ahmad).
Hadits tersebut diatas memberikan petunjuk bahwa Allâh menurunkan sifat sifat saling mengasihi dan saling menyayangi kepada setiap manusia, sehingga dapat mengasihi dan menyayangi orang lain. Dengan sebab kasih sayang inilah Allâh kemudian selanjutnya mencurahkan kasih dan sayang-Nya kepadanya.
Orang yang tidak suka mengasihi orang lain, maka Allâh tidak akan mengasihinya. Atau orang yang tidak suka berbuat baik kepada sesama, maka tidak akan ada balasan kebaikan dari Allâh Yang Maha Rahman dan Maha Rahim. Allâh berfirman, “Tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula).” (Q.S. al-Rahmân [55]:60).
Atau orang yang tidak mempunyai keimanan, kelak di akhirat tidak akan mendapatkan kasih sayang. Atau orang yang tidak mengasihi dan juga tidak menyayangi dirinya sendiri dengan menjalankan perintah dan meninggalkan larangan Allâh, maka Allâh tidak akan tidak akan mengasihi dan tidak akan menyayanginya. Oleh karena itulah, diri kita sendiri sudah sepantasnya dan sudah seharusnya untuk senantiasa memotifasi diri sendiri untuk selalu berkasih sayang kepada semua ciptaan Allâh.
Jika seseorang tidak mengasihi terhadap yang lain dengan berbagai bentuk perbuatan kebaikan, maka dia tidak akan mendapatkan pahala saat di akhirat nanti. Allâh tidak akan melihat dengan pandangan yang berkasih sayang. Kecuali hanya kepada orang yang di dalam hatinya memiliki rasa kasih dan sayang terhadap yang lain, walaupun dia banyak melakukan amal shalih.
Kasih sayang dapat kita wujudkan dalam bentuk berbuat baik kepada orang lain, baik itu sesama muslim maupun kepada orang non muslim sekalipun. Dengan catatan berbuat baik dalam batasan-batasan tertentu sesuai dengan syariat agama islam. Contoh konkrit yang Allâh perintahkan dalam al-Qur’an adalah dengan menunaikan zakat, infaq, dan juga shadaqah atau amal jariyah. Allâh berfirman, “Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (Q.S. al-Baqarah [2]: 277).
Allâh memerintahkan kepada orang-orang yang beriman untuk menunaikan zakat. Bahakan dalam firman Allâh diatas, zakat diperintahkan sejajar dengan perintah mendirikan sholat. Itu artinya sholat dan zakat adalah fardhu ‘ain, yaitu kewajiban bagi setiap individu yang beragama islam dan beriman. Perintah zakat besar maknanya, salah satunya ada munculnya sifat saling menyayangi, kasih mengasihi, serta berbagi dengan orang lain.
Kasih sayang pada hakikatnya dilakukan tidak hanya kepada manusia saja, namun juga kepada yang lain. Seperti binatang, pepohonan, atau lingkungan. Seperti halnya tidak menyakiti hewan peliharaan, merawat binatang ternak dengan baik, menjaga tanaman atau tumbuh-tumbuhan agar dapat tumbuh dan berkembang biak, menghemat penggunaan air, listrik, dan juga tidak mencemari udara dengan polusi. Perbuatan-perbuatan itulah salah satu perwujudan kasih dan sayang kepada yang lain.
Kasih sayang dalam sebuah keluarga akan menciptakan sebuah keluarga yang sakinah mawaddah warahmah wa rabbun ghafur. Kasih sayang dalam sebuah masyarakat sosial akan mewujudkan tatanan masyarakat yang madani. Dan dalam lingkungan  yang lebih luas lagi, yaitu kasih sayang dalam hidup berbangsa dan bernegara akan menciptakan sebuah negara yang gemah ripah loh jinawi. Dan apabila di dalam setiap hati setiap muslim memiliki rasa kasih dan sayang, ukhuwah islamiah bukan menjadi hal yang mustahil akan tercipta di muka bumi Allâh ini.
Dalam hal ini, secara tidak langsung orang-orang yang didalam dirinya terdapat keimanan dan dalam perilakunya senantiasa beramal sholeh akan ditanamkan dalam hatinya masing-masing rasa kasih dan sayang kepada sesama dan yang lain. Allâh berfirman,“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, kelak Allâh Yang Maha Pemurah akan menanamkan dalam (hati) mereka rasa kasih sayang.”(Q.S. Maryam [19] : 96).
Dalam diri manusia, terdapat kasih sayang yang bersifat karakter yang telah Allâh tetapkan dari sejak awal pertama kalinya manusia diciptakan. Hal tersebut dapat dirasakan dalam hatinya selalu dihiasi dengan sikap yang lembut dan memiliki empati atau kepedulian kepada sesama. Disamping yang bersifat bawaan sejak lahir atau disebut juga dengan karakter, ada juga kasih sayang yang bersifat kebiasaan. Dapat diartikan bahwasanya kasih dan sayang seseorang terhadap sesama dapat di latih melalui kebiasaan-kebiasaan sehari-hari. Yang tentu saja di lakukan dengan dengan kesungguhan hati yang kemudian dengan berjalannya waktu, kebiasaan-kebiasaan tersebut akan menjadi karakter dari seseorang. Sifat dan sikap tersebut akan terlihat sebagai akhlaq orang tersebut. Akhlaq yang selalu mengasihi dan menyayangi terhadap sesama dan yang lain.
Dan satu hal yang pasti  bagi muslim dengan berakhlaq tersebut akan mendapatkan limpahan rahmat, nikmat, dan pahala disisi Allâh. Begitu pula sebaliknya, apabila rasa saling mengasihi dan menyayangi berubah menjadi sikap keras, acuh, dan kejam, pahala akan terhalangi. Pada suatu hari, Rasululllah Muhammad shalallâhu alaihi wa sallam berbicara di mimbarnya: ”Maukah aku kabarkan kepada kalian orang yang paling jahat di antara kalian?” Tentu, ya, Rasul Allâh. ”Yang paling jahat di antara kalian ialah yang makan sendirian, yang memukul orang (budak) yang berbakti kepadanya, dan yang menolak pemberian.” ”Maukah aku beri tahukan yang lebih jahat dari itu? Yang tidak menyelamatkan orang yang tergelincir dan tidak memaafkan orang yang bersalah. Maukah aku beri tahukan orang yang paling jahat dari semuanya itu?” Tentu, ya, Rasul Allâh. ”Yang membenci orang dan orang pun membencinya.”

Kesimpulan
Pada hakikatnya rasa saling mengasihi dan rasa saling menyayangi adalah fitrah setiap manusia normal setiap manusia. Dan setiap manusia dapat memilah dan memilih mana yang baik dan yang buruk untuk hidupnya. Karena Allâh menciptakan manusia dengan karunia berupa akal untuk digunakan sebagai sebuah sistem penunjang keputusan, mana yang terbaik menurut Allâh. Namun selain dikarunia akal, manusia juga diberikan nafsu. Apabila akal pikiran digunakan sebagai referensi menentukan keputusan untuk tidak mengikuti hawa nafsu, maka orang itulah yang berhasil mengendalikan hawa nafsu dengan menggunakan karunia yang Allâh berikan, yaitu akal. Insya Allâh dengan demikian, Allâh ridho dan menyayangi serta mengasihi kita. Dan Allâh akan masukkan orang-orang tersebut kedalam golongan orang-orang yang beriman dan beramal sholeh di surga Allâh, kekal di dalamnya. Seperti firman Allâh, “Dan sampaikanlah berita gembira kepada mereka yang beriman dan berbuat baik, bahwa bagi mereka disediakan surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya. Setiap mereka diberi rezki buah-buahan dalam surga-surga itu, mereka mengatakan : “Inilah yang pernah diberikan kepada kami dahulu.” Mereka diberi buah-buahan yang serupa dan untuk mereka di dalamnya ada isteri-isteri yang suci dan mereka kekal di dalamnya” (Q.S. al-Baqarah [2] : 25). Apakah ada orang yang tidak menginginkan hal tersebut? “Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?” (Q.S. al-Rahmân [55] : 23).

Babi tidak Mempunyai Rasa Cemburu

Cemburu terhadap pasangan Yaitu bagian dari rasa cinta. di rumah tangga, cemburu merupakan Disorientasi satu kebaikan bila ditempatkan di tataran yang benar. Misalnya, suami cemburu kepada istri yang berpakaian agak terbuka di hadapan laki-laki lain. Rasulullah Saw. mengecam suami yang  hatinya tak mempunyai rasa cemburu kepada istrinya dan membiarkan menjalankan kemungkaran, Bagaikan laki-laki yang berakhlak buruk, dengan sebutan dayyuts. Di hadist yang diriwayatkan Thabrani, Hakim, Ahmad, dan Baihaqi dikatakan, ada tiga golongan yang tak akan masuk surga, Yaitu peminum khamar, pendurhaka orangtua, dan dayyuts. setelah itu, Rasulullah jelaskan mengenai dayyuts, Yaitu orang (suami) yang membiarkan keluarganya di kekejian atau kerusakan, dan keharaman.
di kehidupan rumah tangga Rasulullah Saw., istri-istri beliau tak lepas dari rasa cemburu. rasulullah Saw. sering Menyebut Khadijah r.a., istri pertama beliau dihadapan Aisyah r.a. Tentu aja Aisyah cemburu. Hafshah bin Umar r.a., istri Rasulullah yang lain, Sempat cemburu kepada Shafiyyah bin Huyay r.a. yang cantik hingga Menyebut kepadanya, “Putri Yahudi.” Shafiyyah pun menangis. saat itu, Rasulullah Saw. menemuinya, lalu bertanya, “Apakah gerangan yang menyebabkanmu menangis?” Shafiyyah menjawab, “Hafshah Menyebut bahwa aku putri Yahudi.” Rasulullah Saw. bersabda, “Sungguh, kita Yaitu putri seorang nabi, dan sekarang kita berada di lindungan seorang nabi. Dengan apalagi dia akan membanggakan diri kepadamu.” Selanjutnya, beliau bersabda, “Bertawakalah kepada Allah, wahai Hafshah” (HR Tirmidzi).
untuk seorang istri, cemburu juga bagian ekspresi cinta. Namun, kecemburuan Itu wajib dikelola dengan arif, bukan sekadar cemburu buta yang Bisa berakibat konflik di rumah tangga. Cemburu yang tepat di bingkai syar’i di akhirnya akan menciptakan kontrol kuat di menanggulangi keburukan rumah tangga. [reportaseterkini]
Sumber  : 195 Pesan Cinta Rasulullah Oleh Abdillah F.Hasan

As Sunnah

Al-Imam Ahmad rahimahullaahu berkata, “As-Sunnah adalah tafsir (penjelas, ed.) Al-Qur`an.” (Ushulus Sunnah lil Imam Ahmad hal. 16)

Akhlak Qurani

Akhlak Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam adalah Alquran.” (HR. Muslim, no. 1773)

Hukum Menikahi Wanita yang Belum Baligh atau ‘di Bawah Umur’

Dalam pembahasan ini, yang dimaksud dengan ‘di bawah umur’ adalah usia menurut syara’ atau sebelum baligh bagi wanita, yakni saat pertama kali datang haidh, atau usia 9 tahun sebagaimana disebutkan sebagian ulama, untuk berhubungan badannya. Sedangkan untuk akad pernikahannya, dihitung sejak dilahirkan. Pembahasan ini juga hanya membahas persoalan hukum syara’ halal-haram, tidak membahas mengenai persoalan psikologis dan yang lainnya.
Dikutip dari kolom tanya jawab Ustadz Sigit Pranowo, Lc., dijelaskan mengenai hukum pernikahan antara seorang laki-laki Muslim  dengan seorang perempuan yang belum memasuki usia baligh, sebagai berikut:
Pernikahan Rasulullah dengan Aisyah binti Abu Bakar Ash Shiddiq Radhiyallahu ‘Anh.
Ibnu Qayyim Al Jauziyah menyebutkan tentang perkawinan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dengan Aisyah. Ia adalah seorang wanita yang disucikan dari langit ketujuh. Ia adalah kekasih Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang disodorkan oleh para malaikat dengan tertutupi secarik kain sutera sebelum beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menikahinya, dan malaikat itu mengatakan,”Ini adalah isterimu.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menikahinya pada bulan Syawal yang pada saat itu Aisyah berusia 6 tahun dan mulai digaulinya pada bulan syawal setahun setelah hijrah pada usianya 9 tahun. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak menikahi seorang perawan pun selain dirinya, tidak ada wahyu yang turun kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam untuk menikahi seorang wanita pun kecuali Aisyah Radhiyallahu ‘Anh.” (Zaadul Ma’ad juz I hal 105 – 106
Beberapa dalil lainnya tentang pernikahan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dengan Aisyah telah dijelaskan dalam hadits-hadits shahih berikut :
  1. Dari Aisyah Radhiyallahu ‘Anh bahwasanya Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata kepadanya, ”Aku telah melihat kamu di dalam mimpi sebanyak dua kali. Aku melihat kamu tertutupi secarik kain sutera. Dan Malaikat itu mengatakan, ’Inilah isterimu, singkaplah.” Dan ternyata dia adalah kamu, maka aku katakan, ’Bahwa ini adalah ketetapan dari Allah.” (HR. Bukhari)
  2. Diceritakan oleh Ubaid bin Ismail, diceritakan oleh Abu Usamah dari Hisyam dari Ayahnya berkata, ”Khadijah Radhiyallahu ‘Anh telah meninggal dunia tiga tahun sebelum Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berhijrah ke Madinah. Kemudian beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berdiam diri dua tahun atau seperti masa itu. Beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menikah dengan Aisyah Radhiyallahu ‘Anh pada usia 6 tahun. Dan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menggaulinya pada saat Aisyah berusia 9 tahun” (HR. Bukhari)
  3. Dari Aisyah Radhiyallahu ‘Anh berkata, ”Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menikahiku di bulan Syawal dan menggauliku juga di bulan Syawal. Maka siapakah dari isteri-isteri Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang lebih menyenangkan di sisinya dari diriku?” Dia berkata, “Aisyah menyukai jika ia digauli pada bulan Syawal.” (HR. Muslim)
Disebutkan di dalam kitab Usudul Ghabah,
”Aisyah binti Abu Bakar Ash Shiddiq. Ia adalah Ash Shiddiqah binti Ash Shiddiq, ibu orang-orang beriman, isteri Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan yang paling terkenal dari semua istrinya Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Ibunya bernama Ummu Ruman putri dari ‘Amir bin Uwaimir bin Abdisy Syams bin ‘Attab bin Udzainah bin Suba’i bin Duhman bin Al Harits bin Ghonam bin Malik bin Kinanah al Kinanah. Rasulullah menikahinya pada saat 2 tahun sebelum hijrah dan dia masih anak-anak, Abu Ubaidah mengatakan : 3 tahun, ada yang mengatakan : 4 tahun ada yang mengatakan : 5 tahun. Umurnya saat dinikahi oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah 6 tahun, ada yang mengatakan 7 tahun. Dan mulai digauli oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pada usia 9 tahun di Madinah…… Aisyah meninggal di usia 57 tahun, ada yang mengatakan 58 tahun di malam Selasa pada tanggal 17 malam di bulan Ramadhan dan dia meminta agar dimakamkan di Baqi’ pada waktu malam hari… Usianya tatkala Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam meninggal baru 18 tahun.” (Usudul Ghabah juz III hal 383 – 385, Maktabah Syamilah)
Ibnu Ishaq mengatakan, ”Kemudian Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menikahi Aisyah setelah Saodah binti Zam’ah setelah tiga tahun meninggalnya Khadijah. Dan Aisyah pada saat itu berusia 6 tahun dan digauli oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pada usia 9 tahun. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam meninggal pada saat usia Aisyah 18 tahun.” (As Sirah an Nabawiyah li Ibni Ishaq juz I hal 90, Maktabah Syamilah)
Perkataan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menikahi Aisyah pada usia 6 tahun dan menggaulinya pada usia 9 tahun adalah hal yang tidak ada perbedaan di kalangan ulama—karena telah diterangkan dalam banyak hadits-hadits shahih—dan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menggaulinya pada tahun ke-2 setelah hijrah ke Madinah. (Al Bidayah wan Nihayah juz III hal 137)
Berdasarkan hadits-hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim serta pendapat para ahli sejarah islam, menunjukkan bahwa usia perkawinan Aisyah dengan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah 6 tahun meskipun kemudian digauli pada usianya 9 tahun. Pernikahan beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dengan Aisyah adalah dalam rangka menjalin kasih sayang dan menguatkan persaudaraan antara beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dengan ayahnya, Abu Bakar Ash Shiddiq, yang sudah berlangsung sejak masa sebelum kenabian.
Dan pernikahan Aisyah pada usia yang masih 6 tahun dan mulai digauli pada usia 9 tahun bukanlah hal yang aneh, karena bisa jadi para wanita di satu daerah berbeda batas usia balighnya dibanding dengan para wanita di daerah lainnya. Hal ini ditunjukan dengan terjadinya perbedaan di antara para ulama mengenai batas minimal usia wanita mendapatkan haidh sebagai tanda bahwa ia sudah baligh.
  1. Imam Malik, Al Laits, Ahmad, Ishaq, dan Abu Tsaur berpendapat bahwa batas usia baligh adalah tumbuhnya bulu-bulu di sekitar kemaluan, sementara kebanyakan para ulama madzhab Maliki berpendapat bahwa batasan usia haidh untuk perempuan dan laki-laki adalah 17 tahun atau 18 tahun.
  2. Abu Hanifah berpendapat bahwa usia baligh adalah 19 tahun atau 18 tahun bagi laki-laki dan 17 tahun bagi wanita.
  3. Syafi’i, Ahmad, Ibnu Wahab dan jumhur berpendapat bahwa hal itu adalah pada usia sempurna 15 tahun. Bahkan Imam Syafi’i pernah bertemu dengan seorang wanita yang sudah mendapat monopouse pada usia 21 tahun dan dia mendapat haidh pada usia persis 9 tahun dan melahirkan seorang bayi perempuan pada usia persis 10 tahun. Dan hal seperti ini terjadi lagi pada anak perempuannya. (Disarikan dari Fathul Bari juz V hal 310)
Perbedaan para imam madzhab di atas mengenai usia baligh sangat dipengaruhi oleh lingkungan dan kultur di tempat mereka tinggal. Imam Abu Hanifah tinggal di Kufah, Iraq. Imam Malik tinggal di kota Rasulullah saw, Madinah. Imam Syafi’i tinggal berpindah-pindah mulai dari Madinah, Baghdad, Hijaz hingga Mesir dan ditempat terakhir inilah beliau meninggal. Sedangkan Imam Ahmad tinggal di Baghdad.
Wallahu a’lam, inilah yang kita pahami dari nash-nash tersebut, kalau pun ada yang berpendapat lain dalam hal ini tentunya tidaklah dipersalahkan sebagaimana perbedaan yang sering terjadi diantara para imam dalam suatu permasalahan fiqih, namun sikap saling menghargai dan tidak memaksakan pendapatnya tetap terjalin di antara mereka. Perbedaan pendapat di kalangan kaum Muslimin selama bukan masuk wilayah aqidah adalah rahmat dan sebagai khazanah ilmiyah yang harus disyukuri untuk kemudian bisa terus menjadi bahan kajian kaum muslimin.
Hukum Pernikahan Anak yang Belum Baligh
Adapun hukum menikahkan wanita yang belum sampai usia baligh (anak-anak) maka jumhur ulama termasuk para imam yang empat, bahkan Ibnul Mundzir menganggapnya sebagai ijma’ adalah boleh menikahkan anak wanita yang masih kecil dengan yang sekufu’ (sederajat/sepadan), berdasarkan dalil-dalil berikut :
  1. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala, ”Dan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (monopause) di antara perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya), Maka masa iddah mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak haid.” (QS. Ath Thalaq : 4) Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala membatasi iddah seorang anak kecil yang belum mendapatkan haidh adalah 3 bulan seperti wanita-wanita yang monopouse. Dan tidak akan ada iddah kecuali setelah dia diceraikan. Dan ayat ini menunjukkan wanita itu menikah dan diceraikan tanpa izin darinya.
  2. Perintah menikahkan para wanita, di dalam firman-Nya, ”Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan.” (QS. An Nuur : 32) Hamba-hamba sahaya perempuan ini bisa yang sudah dewasa atau yang masih kecil.
  3. Pernikahan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dengan Aisyah sedangkan dia masih kecil, dia mengatakan, ”Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menikahiku sedangkan aku masih berusia 6 tahun dan menggauliku pada usiaku 9 tahun.” (Muttafaq Alaih). Abu Bakar lah yang menikahkannya. Begitu juga Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah menikahkan putri pamannya, Hamzah, dengan anak dari Abi Salamah yang kedua-duanya masih anak-anak.
  4. Dari Atsar Sahabat; Ali Radhiyallahu ‘Anh telah menikahkan putrinya Ummu Kaltsum pada saat dia masih kecil dengan Urwah bin Zubair. Urwah bin Zubair telah menikahkan putri dari saudara perempuannya dengan anak laki-laki dari saudara laki-lakinya sedangkan keduanya masih anak-anak.
Meskipun menikahi anak pada usia belum baligh diperbolehkan secara ijma’, namun demikian tetaplah memperhatikan batas usia minimal baligh kebanyakan wanita di daerah tersebut dan juga kesiapan dia baik dari aspek kesehatan maupun psikologi.
Adapun yang menjadi perbedaan pendapat di kalangan jumhur ulama atau orang-orang yang mengatakan boleh menikahkan anak-anak wanita yang masih kecil adalah pada siapa yang berhak menikahkannya :
  1. Para ulama madzhab Maliki dan Syafi’i berpendapat tidak boleh menikahkannya kecuali ayahnya atau orang-orang yang diberi wasiat untuknya atau hakim. Hal itu dikarenakan terpenuhinya rasa kasih sayang seorang ayah dan kecintaan yang sesungguhnya demi kemaslahatan anaknya. Sedangkan Hakim dan orang yang diberi wasiat oleh ayahnya adalah pada posisi seperti ayahnya karena tidak ada selain mereka yang berhak memperlakukan harta seorang anak yang masih kecil demi kemaslahatannya, berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam,”Anak yatim perlu dimintakan izinnya dan jika dia diam maka itulah izinnya dan jika dia menolak maka tidak boleh menikahkannya.” (HR. Imam yang lima kecuali Ibnu Majah)
  2. Para ulama madzhab Hanafi berpendapat diperbolehkan seorang ayah atau kakek atau yang lainnya dari kalangan ashabah untuk menikahkan seorang anak laki-laki atau anak perempuan yang masih kecil, berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,”Dan jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya).” (QS. An Nisa : 3)
  3. Para ulama Syafi’i berpendapat bahwa tidak diperbolehkan selain ayahnya dan kakeknya untuk menikahkan anak laki-laki atau anak perempuan yang masih kecil, berdasarkan dalil dari ad Daruquthni,”Seorang janda berhak atas dirinya daripada walinya, seorang perawan dinikahkan oleh ayahnya.” Dan juga yang diriwayatkan Imam Muslim,”Seorang perawan hendaklah diminta persetujuannya oleh ayahnya.” Sedangkan kakek pada posisi seperti ayah ketika ayahnya tidak ada karena ia memiliki hak perwalian dan ashabah seperti ayah. (Al Fiqhul islami wa Adillatuhu juz IX hal 6682 – 6685)
Wallahu A’lam bish Shawab.

Sabtu, 26 Maret 2016

Kisah Bilal bin Rabah | Seorang Budak yang Beriman Kepada Allah S.W.T.


















Bilal bin Rabah (Bahasa Arab بلال بن رباح) adalah seorang budak berkulit hitam dari Habsyah (sekarang Ethiopia). Bilal lahir di daerah as-Sarah sekitar 43 tahun sebelum hijrah. Ayahnya bernama Rabah, sedangkan ibunya bernama Hamamah, seorang budak wanita berkulit hitam yang tinggal di Mekah. Karena ibunya itu, sebagian orang memanggil Bilal dengan sebutan ibnus-Sauda’ (putra wanita hitam).
Bilal dibesarkan di kota Ummul Qura (Mekah) sebagai seorang budak milik keluarga bani Abduddar. Saat ayah mereka meninggal, Bilal diwariskan kepada Umayyah bin Khalaf, seorang tokoh penting kaum kafir.

Ketika Mekah diterangi cahaya agama baru dan Rasul yang agung Shalallahu ‘alaihi wasallam mulai mengumandangkan seruan kalimat tauhid, Bilal adalah termasuk orang-orang pertama yang memeluk Islam. Saat Bilal masuk Islam, di bumi ini hanya ada beberapa orang yang telah mendahuluinya memeluk agama baru itu, seperti Ummul Mu’minin Khadijah binti Khuwailid, Abu Bakar ash-Shiddiq, Ali bin Abu Thalib, ‘Ammar bin Yasir bersama ibunya, Sumayyah, Shuhaib ar-Rumi, dan al-Miqdad bin al-Aswad.
Bilal merasakan penganiayaan orang-orang musyrik yang lebih berat dari siapa pun. Berbagai macam kekerasan, siksaan, dan kekejaman mendera tubuhnya. Namun ia, sebagaimana kaum muslimin yang lemah lainnya, tetap sabar menghadapi ujian di jalan Allah itu dengan kesabaran yang jarang sanggup ditunjukkan oleh siapa pun.
Orang-orang Islam seperti Abu Bakar dan Ali bin Abu Thalib masih memiliki keluarga dan suku yang membela mereka. Akan tetapi, orang-orang yang tertindas (mustadh’afun) dari kalangan hamba sahaya dan budak itu, tidak memiliki siapa pun, sehingga orang-orang Quraisy menyiksanya tanpa belas kasihan. Quraisy ingin menjadikan penyiksaan atas mereka sebagai contoh dan pelajaran bagi setiap orang yang ingin mengikuti ajaran Muhammad.
Kaum yang tertindas itu disiksa oleh orang-orang kafir Quraisy yang berhati sangat kejam dan tak mengenal kasih sayang, seperti Abu Jahal yang telah menodai dirinya dengan membunuh Sumayyah. Ia sempat menghina dan mencaci maki, kemudian menghunjamkan tombaknya pada perut Sumayyah hingga menembus punggung, dan gugurlah syuhada pertama dalam sejarah Islam.
Sementara itu, saudara-saudara seperjuangan Sumayyah, terutama Bilal bin Rabah, terus disiksa oleh Quraisy tanpa henti. Biasanya, apabila matahari tepat di atas ubun-ubun dan padang pasir Mekah berubah menjadi perapian yang begitu menyengat, orang-orang Quraisy itu mulai membuka pakaian orang-orang Islam yang tertindas itu, lalu memakaikan baju besi pada mereka dan membiarkan mereka terbakar oleh sengatan matahari yang terasa semakin terik. Tidak cukup sampai di sana, orang-orang Quraisy itu mencambuk tubuh mereka sambil memaksa mereka mencaci maki Muhammad.
Adakalanya, saat siksaan terasa begitu berat dan kekuatan tubuh orang-orang Islam yang tertindas itu semakin lemah untuk menahannya, mereka mengikuti kemauan orang-orang Quraisy yang menyiksa mereka secara lahir, sementara hatinya tetap pasrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kecuali Bilal, semoga Allah meridhainya. Baginya, penderitaan itu masih terasa terlalu ringan jika dibandingkan dengan kecintaannya kepada Allah dan perjuangan di jalan-Nya.
Orang Quraisy yang paling banyak menyiksa Bilal adalah Umayyah bin Khalaf bersama para algojonya. Mereka menghantam punggung telanjang Bilal dengan cambuk, namun Bilal hanya berkata, “Ahad, Ahad … (Allah Maha Esa).” Mereka menindih dada telanjang Bilal dengan batu besar yang panas, Bilal pun hanya berkata, “Ahad, Ahad ….“ Mereka semakin meningkatkan penyiksaannya, namun Bilal tetap mengatakan, “Ahad, Ahad….”
Mereka memaksa Bilal agar memuji Latta dan ‘Uzza, tapi Bilal justru memuji nama Allah dan Rasul-Nya. Mereka terus memaksanya, “Ikutilah yang kami katakan!”
Bilal menjawab, “Lidahku tidak bisa mengatakannya.” Jawaban ini membuat siksaan mereka semakin hebat dan keras.
Apabila merasa lelah dan bosan menyiksa, sang tiran, Umayyah bin Khalaf, mengikat leher Bilal dengan tali yang kasar lalu menyerahkannya kepada sejumlah orang tak berbudi dan anak-anak agar menariknya di jalanan dan menyeretnya di sepanjang Abthah1 Mekah. Sementara itu, Bilal menikmati siksaan yang diterimanya karena membela ajaran Allah dan Rasul-Nya. Ia terus mengumandangkan pernyataan agungnya, “Ahad…, Ahad…, Ahad…, Ahad….” Ia terus mengulang-ulangnya tanpa merasa bosan dan lelah.
Suatu ketika, Abu Bakar Rodhiallahu ‘anhu mengajukan penawaran kepada Umayyah bin Khalaf untuk membeli Bilal darinya. Umayyah menaikkan harga berlipat ganda. Ia mengira Abu Bakar tidak akan mau membayarnya. Tapi ternyata, Abu Bakar setuju, walaupun harus mengeluarkan sembilan uqiyah emas.
Seusai transaksi, Umayyah berkata kepada Abu Bakar, “Sebenarnya, kalau engkau menawar sampai satu uqiyah-pun, maka aku tidak akan ragu untuk menjualnya.”
Abu Bakar membalas, “Seandainya engkau memberi tawaran sampai seratus uqiyah-pun, maka aku tidak akan ragu untuk membelinya.”
Ketika Abu Bakar memberi tahu Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam bahwa ia telah membeli sekaligus menyelamatkan Bilal dari cengkeraman para penyiksanya, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam berkata kepada Abu Bakar, “Kalau begitu, biarkan aku bersekutu denganmu untuk membayarnya, wahai Abu Bakar.”
Ash-Shiddiq Rodhiallahu ‘anhu menjawab, “Aku telah memerdekakannya, wahai Rasulullah.”
Setelah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam mengizinkan sahabat-sahabatnya untuk hijrah ke Madinah, mereka segera berhijrah, termasuk Bilal Rodhiallahu ‘anhu. Setibanya di Madinah, Bilal tinggal satu rumah dengan Abu Bakar dan ‘Amir bin Fihr. Malangnya, mereka terkena penyakit demam. Apabila demamnya agak reda, Bilal melantunkan gurindam kerinduan dengan suaranya yang jernih,
“Duhai malangnya aku, akankah suatu malam nanti ,Aku bermalam di Fakh dikelilingi pohon idzkhir dan jalil, Akankah suatu hari nanti aku minum air Mijannah ,Akankah aku melihat lagi pegunungan Syamah dan Thafil”
Tidak perlu heran, mengapa Bilal begitu mendambakan Mekah dan perkampungannya; merindukan lembah dan pegunungannya, karena di sanalah ia merasakan nikmatnya iman. Di sanalah ia menikmati segala bentuk siksaan untuk mendapatkan keridhaan Allah. Di sanalah ia berhasil melawan nafsu dan godaan setan.
Bilal tinggal di Madinah dengan tenang dan jauh dari jangkauan orang-orang Quraisy yang kerap menyiksanya. Kini, ia mencurahkan segenap perhatiannya untuk menyertai Nabi sekaligus kekasihnya, Muhammad Shalallahu ‘alaihi wasallam. Bilal selalu mengikuti Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam ke mana pun beliau pergi. Selalu bersamanya saat shalat maupun ketika pergi untuk berjihad. Kebersamaannya dengan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam ibarat bayangan yang tidak pernah lepas dari pemiliknya.
Ketika Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam selesai membangun Masjid Nabawi di Madinah dan menetapkan azan, maka Bilal ditunjuk sebagai orang pertama yang mengumandangkan azan (muazin) dalam sejarah Islam.
Biasanya, setelah mengumandangkan azan, Bilal berdiri di depan pintu rumah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam seraya berseru, “Hayya ‘alashsholaati hayya ‘alashsholaati…(Mari melaksanakan shalat, mari meraih keuntungan….)” Lalu, ketika Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam keluar dari rumah dan Bilal melihat beliau, Bilal segera melantunkan iqamat.
Suatu ketika, Najasyi, Raja Habasyah, menghadiahkan tiga tombak pendek yang termasuk barang-barang paling istimewa miliknya kepada Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam mengambil satu tombak, sementara sisanya diberikan kepada Ali bin Abu Thalib dan Umar ibnul Khaththab, tapi tidak lama kemudian, beliau memberikan tombak itu kepada Bilal. Sejak saat itu, selama Nabi hidup, Bilal selalu membawa tombak pendek itu ke mana-mana. Ia membawanya dalam kesempatan dua shalat ‘id (Idul Fitri dan Idul Adha), dan shalat istisqa’ (mohon turun hujan), dan menancapkannya di hadapan beliau saat melakukan shalat di luar masjid.
Bilal menyertai Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam dalam Perang Badar. Ia menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri bagaimana Allah memenuhi janji-Nya dan menolong tentara-Nya. Ia juga melihat langsung tewasnya para pembesar Quraisy yang pernah menyiksanya dengan hebat. Ia melihat Abu Jahal dan Umayyah bin Khalaf tersungkur berkalang tanah ditembus pedang kaum muslimin dan darahnya mengalir deras karena tusukan tombak orang-orang yang mereka siksa dahulu.
Ketika Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam menaklukkan kota Mekah, beliau berjalan di depan pasukan hijaunya bersama ’sang pengumandang panggilan langit’, Bilal bin Rabah. Saat masuk ke Ka’bah, beliau hanya ditemani oleh tiga orang, yaitu Utsman bin Thalhah, pembawa kunci Ka’bah, Usamah bin Zaid, yang dikenal sebagai kekasih Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam dan putra dari kekasihnya, dan Bilal bin Rabah, Muazin Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam.
Shalat Zhuhur tiba. Ribuan orang berkumpul di sekitar Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam, termasuk orang-orang Quraisy yang baru masuk Islam saat itu, baik dengan suka hati maupun terpaksa. Semuanya menyaksikan pemandangan yang agung itu. Pada saat-saat yang sangat bersejarah itu, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam memanggil Bilal bin Rabah agar naik ke atap Ka’bah untuk mengumandangkan kalimat tauhid dari sana. Bilal melaksanakan perintah Rasul Shalallahu ‘alaihi wasallam dengan senang hati, lalu mengumandangkan azan dengan suaranya yang bersih dan jelas.
Ribuan pasang mata memandang ke arahnya dan ribuan lidah mengikuti kalimat azan yang dikumandangkannya. Tetapi di sisi lain, orang-orang yang tidak beriman dengan sepenuh hatinya, tak kuasa memendam hasad di dalam dada. Mereka merasa kedengkian telah merobek-robek hati mereka.
Saat azan yang dikumandangkan Bilal sampai pada kalimat, “Asyhadu anna muhammadan rosuulullaahi (Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah)”. Juwairiyah binti Abu Jahal bergumam, “Sungguh, Allah telah mengangkat kedudukanmu. Memang, kami tetap akan shalat, tapi demi Allah, kami tidak menyukai orang yang telah membunuh orang-orang yang kami sayangi.” Maksudnya, adalah ayahnya yang tewas dalam Perang Badar.
Khalid bin Usaid berkata, “Aku bersyukur kepada Allah yang telah memuliakan ayahku dengan tidak menyaksikan peristiwa hari ini.” Kebetulan ayahnya meninggal sehari sebelum Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam masuk ke kota Mekah..
Sementara al-Harits bin Hisyam berkata, “Sungguh malang nasibku, mengapa aku tidak mati saja sebelum melihat Bilal naik ke atas Ka’bah.”
AI-Hakam bin Abu al-’Ash berkata, “Demi Allah, ini musibah yang sangat besar. Seorang budak bani Jumah bersuara di atas bangunan ini (Ka’bah).”
Sementara Abu Sufyan yang berada dekat mereka hanya berkata, “Aku tidak mengatakan apa pun, karena kalau aku membuat pernyataan, walau hanya satu kalimat, maka pasti akan sampai kepada Muhammad bin Abdullah.”
Bilal menjadi muazin tetap selama Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam hidup. Selama itu pula, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam sangat menyukai suara yang saat disiksa dengan siksaan yang begitu berat di masa lalu, ia melantunkan kata, “Ahad…, Ahad… (Allah Maha Esa).”
Sesaat setelah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam mengembuskan nafas terakhir, waktu shalat tiba. Bilal berdiri untuk mengumandangkan azan, sementara jasad Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam masih terbungkus kain kafan dan belum dikebumikan. Saat Bilal sampai pada kalimat, “Asyhadu anna muhammadan rosuulullaahi (Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah)”, tiba-tiba suaranya terhenti. Ia tidak sanggup mengangkat suaranya lagi. Kaum muslimin yang hadir di sana tak kuasa menahan tangis, maka meledaklah suara isak tangis yang membuat suasana semakin mengharu biru.
Sejak kepergian Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam, Bilal hanya sanggup mengumandangkan azan selama tiga hari. Setiap sampai kepada kalimat, “Asyhadu anna muhammadan rosuulullaahi (Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah)”, ia langsung menangis tersedu-sedu. Begitu pula kaum muslimin yang mendengarnya, larut dalam tangisan pilu.
Karena itu, Bilal memohon kepada Abu Bakar, yang menggantikan posisi Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam sebagai pemimpin, agar diperkenankan tidak mengumandangkan azan lagi, karena tidak sanggup melakukannya. Selain itu, Bilal juga meminta izin kepadanya untuk keluar dari kota Madinah dengan alasan berjihad di jalan Allah dan ikut berperang ke wilayah Syam.
Awalnya, ash-Shiddiq merasa ragu untuk mengabulkan permohonan Bilal sekaligus mengizinkannya keluar dari kota Madinah, namun Bilal mendesaknya seraya berkata, “Jika dulu engkau membeliku untuk kepentingan dirimu sendiri, maka engkau berhak menahanku, tapi jika engkau telah memerdekakanku karena Allah, maka biarkanlah aku bebas menuju kepada-Nya.”
Abu Bakar menjawab, “Demi Allah, aku benar-benar membelimu untuk Allah, dan aku memerdekakanmu juga karena Allah.”
Bilal menyahut, “Kalau begitu, aku tidak akan pernah mengumandangkan azan untuk siapa pun setelah Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam wafat.”
Abu Bakar menjawab, “Baiklah, aku mengabulkannya.” Bilal pergi meninggalkan Madinah bersama pasukan pertama yang dikirim oleh Abu Bakar. Ia tinggal di daerah Darayya yang terletak tidak jauh dari kota Damaskus. Bilal benar-benar tidak mau mengumandangkan azan hingga kedatangan Umar ibnul Khaththab ke wilayah Syam, yang kembali bertemu dengan Bilal Rodhiallahu ‘anhu setelah terpisah cukup lama.
Umar sangat merindukan pertemuan dengan Bilal dan menaruh rasa hormat begitu besar kepadanya, sehingga jika ada yang menyebut-nyebut nama Abu Bakar ash-Shiddiq di depannya, maka Umar segera menimpali (yang artinya), “Abu Bakar adalah tuan kita dan telah memerdekakan tuan kita (maksudnya Bilal).”
Dalam kesempatan pertemuan tersebut, sejumlah sahabat mendesak Bilal agar mau mengumandangkan azan di hadapan al-Faruq Umar ibnul Khaththab. Ketika suara Bilal yang nyaring itu kembali terdengar mengumandangkan azan, Umar tidak sanggup menahan tangisnya, maka iapun menangis tersedu-sedu, yang kemudian diikuti oleh seluruh sahabat yang hadir hingga janggut mereka basah dengan air mata. Suara Bilal membangkitkan segenap kerinduan mereka kepada masa-masa kehidupan yang dilewati di Madinah bersama Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam..BiIal, “pengumandang seruan langit itu."
Menjelang saat-saat kematiannya, pada saat itu Bilal berada di Damaskus. Istrinya berkata “Benar-benar suatu duka.” Tapi Bilal berkata “Tidak. Katakanlah: Benar-benar kebahagiaan, karena besok aku akan menemui Rasulullah S.A.W. dan para sahabat.”

Dapatkah kalian bayangkan, seberapa besar imannya? Dia sedang sekarat, tapi malah merasa senang karena dengan meninggalkan dunia, maka dia akan bertemu dengan Rasulullah. Karena Rasulullah S.A.W. bersabda “Dunia ini adalah penjara bagi orang-orang yang beriman, dan surga bagi orang-orang kafir.”

Kenapa dunia menjadi penjara bagi orang-orang beriman? Karena dunia menahan mereka dari bertemu Allah dan Rasul-Nya. Dan surga bagi orang-orang kafir karena hanya inilah yang mereka miliki.


Biografi Nabi Muhammad SAW

Siapa yang tidak mengenal Nabi Muhammad SAW, dialah pemimpin terbesar umat Islam sepanjang masa, dinobatkan sebagai tokoh nomor satu yang paling berpengaruh di dunia dibandingkan tokoh-tokoh lainnya yang pernah ada di dunia. Berikut biografi dan profil mengenai Nabi Muhammad SAW. Beliau berasal dari kabilah Quraisy, tepatnya keturunan Hasyim. Ayah beliau adalah Abdullah bin Abdul Muthalib, cucu Hasyim. Ibunda beliau adalah Aminah binti Wahb yang berasal dari keturunan Bani Zuhrah, salah satu kabilah Quraisy. Setelah menikah, Abdullah melakukan pepergian ke Syam. Ketika pulang dari pepergian itu, ia wafat di Madinah dan dikuburkan di kota itu juga.

Setelah beberapa bulan dari wafatnya sang ayah berlalu, Nabi pamungkas para nabi lahir di bulan Rabi’ul Awal, tahun 571 Masehi di Makkah, dan dengan kelahirannya itu, dunia menjadi terang-benderang. Sesuai dengan kebiasaan para bangsawan Makkah, ibundanya menyerahkan Muhammad kecil kepada Halimah Sa’diyah dari kabilah Bani Sa’d untuk disusui. Beliau tinggal di rumah Halimah selama empat tahun. Setelah itu, sang ibu mengambilnya kembali.

Dengan tujuan untuk berkunjung ke kerabat ayahnya di Madinah, sang ibunda membawanya pergi ke Madinah. Dalam perjalanan pulang ke Makkah, ibundanya wafat dan dikebumikan di Abwa`, sebuah daerah yang terletak antara Makkah dan Madinah. Setelah ibunda beliau wafat, secara bergantian, kakek dan paman beliau, Abdul Muthalib dan Abu Thalib memelihara beliau. 


Pada usia dua puluh lima tahun, beliau menikah dengan Khadijah yang waktu itu sudah berusia empat puluh tahun. Beliau menjalani hidup bersamanya selama dua puluh lima tahun hingga ia wafat pada usia enam puluh lima tahun.

Diangkat Menjadi Nabi di Usia 40 Tahun
Pada usia empat puluh tahun, beliau diutus menjadi nabi oleh Allah. Ia mewahyukan kepada beliau al-Quran yang seluruh manusia dan jin tidak mampu untuk menandinginya. Ia menamakan beliau sebagai pamungkas para nabi dan memujinya karena kemuliaan akhlaknya.

Beliau hidup di dunia ini selama enam puluh tiga tahun. Menurut pendapat masyhur, beliau wafat pada hari Senin bulan Shafar 11 Hijriah di Madinah.
Bukti Kenabian Rasulullah saw. Secara global, kenabian seorang nabi dapat diketahui melalui tiga jalan:

  • Pengakuan sebagai nabi. 
  • Kelayakan menjadi nabi. 
  • Mukjizat. 
Pengakuan Sebagai Nabi
Telah diketahui oleh setiap orang bahwa Rasulullah saw telah mengaku sebagai nabi di Makkah pada tahun 611 M., masa di mana syirik, penyembahan berhala dan api telah menguasai seluruh dunia. Hingga akhir usia, beliau selalu mengajak umat manusia untuk memeluk agama Islam, dan sangat banyak sekali di antara mereka yang mengikuti ajakan beliau itu.

Kelayakan Menjadi Nabi
Maksud asumsi di atas adalah seorang yang mengaku menjadi nabi harus memiliki akhlak dan seluruh etika yang terpuji, dari sisi kesempurnaan jiwa harus orang yang paling utama, tinggi dan sempurna, dan terbebaskan dari segala karakterisitik yang tidak terpuji. 


Semua itu telah dimiliki oleh Rasulullah saw. Musuh dan teman memuji beliau karena akhlaknya, memberitakan sifat-sifat sempurna dan kelakuan terpujinya dan membebaskannya dari setiap karakterisitik yang buruk.

Kesimpulannya, akhlak beliau yang mulia, tata krama beliau yang terpuji, perubahan dan revolusi yang beliau cetuskan di seanterao dunia, khususnya di Hijaz dan jazirah Arab, dan sabda-sabda beliau yang mulia berkenaan dengan tauhid, sifat-sifat Allah, hukum halal dan haram, serta nasihat-nasihat beliau telah membuktikan kelayakan beliau untuk menduduki kursi kenabian, dan setiap orang yang insaf tidak akan meragukan semua itu.
Mukjizat

Mukjizat dapat disimpulkan dalam lima hal:
  1. Mukjizat akhlak. 
  2. Mukjizat ilmiah. 
  3. Mukjizat amaliah. 
  4. Mukjizat maknawiyah. 
  5. Mukjizat keturunan. 
Mukjizat Akhlak
Sejak masa muda, Nabi Muhammad saw telah dikenal dengan kejujuran, amanat, kesabaran, ketegaran, dan kedermawanan. Dalam kesabaran dan kerendahan diri beliau tidak memiliki sekutu dan dalam kemanisan etika beliau tak tertandingi. “Sesungguhnya engkau berada di puncak akhlak yang agung.” 


Dalam memaafkan, beliau tak ada taranya. Ketika mendapatkan gangguan dan cemoohan masyarakatnya, beliau hanya berkata اَللّهُمَّ اغْفِرْ لِقَوْمِيْ فَإِنَّهُمْ لاَ يَعْلَمُوْنَ “Ya Allah, ampunilah kaumku, karena mereka tidak mengetahui.”Beliau selalu mengharapkan kebaikan seluruh umat manusia, penyayang dan belas-kasih terhadap mereka. “Ia belas-kasih dan pengasih terhadap Mukminin.”

Beliau tidak pernah menyembunyikan keceriaan wajah terhadap para sahabat dan selalu mencari berita tentang kondisi mereka. Beliau selalu memberikan tempat khusus kepada orang-orang baik di sisi beliau. Orang yang paling utama di sisi beliau adalah orang yang dikenal dengan kebajikanya terhadap Muslimin dan orang yang termulia adalah orang yang lebih bertindak toleran dan tolong-menolong terhadap umat Islam.

Beliau tida pernah duduk dan bangun (dari duduk) kecuali dengan menyebut nama Allah dan mayoritasnya, beliau duduk menghadap ke arah Kiblat. Beliau tidak pernah menentukan tempat duduk khusus bagi dirinya. Beliau memperlakukan masyarakat sedemikian rupa sehingga mereka merasa dirinya adalah orang termulia di sisi beliau. Beliau tidak banyak berbiacara dan tidak pernah memotong pembicaraan seseorang kecuali ia berbicara kebatilan.

Beliau tidak pernah mencela dan mencerca seseorang. Beliau tidak pernah mencari-cari kesalahan orang lain. Budi pelerti beliau yang menyeluruh telah meliputi seluruh umat manusia. Beliau selalu sabar menghadapi perangai buruk bangsa Arab dan orang-orang yang asing bagi beliau. Beliau selalu duduk di atas tanah dan duduk bersama orang-orang miskin serta makan bersama mereka.

Dalam makan dan berpakaian, beliau tidak pernah melebihi rakyat biasa. Setiap berjumpa dengan seseorang, beliau selalu memulai mengucapkan salam dan berjabat tangan dengannya. Beliau tidak pernah mengizinkan siapa pun berdiri (untuk menghormati)nya. Beliau selalu menghormati orang-orang berilmu dan berakhlak mulia. Dibandingkan dengan yang lain, beliau lebih bijaksana, sabar, adil, berani dan pengasih.

Beliau selalu menghormati orang-orang tua, menyayangi anak-anak kecil dan membantu orang-orang yang terlantar. Sebisa mungkin, beliau tidak pernah makan sendirian. Ketika beliau meninggal dunia, beliau tidak meninggalkan sekeping Dinar dan Dirham pun.

Keberanian beliau sangat terkenal sehingga Imam Ali as pernah berkata: “Ketika perang mulai memanas, kami berlindung kepada beliau.”

Rasa memaafkan beliau sangat besar. Ketika berhasil membebaskan Makkah, beliau memegang pintu Ka’bah seraya bersabda (kepada musyrikin Makkah): “Apa yang kalian katakan dan sangka sekarang?” Mereka menjawab: “Kami mengatakan dan menyangka kebaikan (terhadapmu). Engkau adalah seorang pemurah dan putra seorang pemurah.

Engkau telah berhasil berkuasa terhadap kami. Engkau pasti mampu melakukan apa yang kau inginkan.” Mendengar pengakuan mereka ini, hati beliau tersentuh dan menangis. Ketika penduduk Makkah melihat kejadian itu, mereka pun turut menangis. Setelah itu beliau bersabda: “Aku mengatakan seperti apa yang pernah dikatakan oleh saudaraku Yusuf bahwa ‘Tiada cercaan bagi kalian pada hari ini. Allah akan mengampuni kalian, dan Ia adalah Lebih Pengasih dari para pengasih’.” (QS. Yusuf: 92)

Beliau memaafkan seluruh kriminalitas dan kejahatan yang pernah mereka lakukan seraya mengucapkan sabda beliau yang spektakuler: “Pergilah! Kalian bebas.”

Mukjizat Ilmiah
Dengan merujuk kepada buku-buku yang memuat sabda, pidato dan nasihat-nasihat beliau secara panjang lebar, mukjizat ilmiah beliau ini dapat dipahami dengan jelas.

Mukjizat Amaliah
Dapat diakui bahwa seluruh perilaku beliau dari sejak lahir hingga wafat adalah sebuah mukjizat. Dengan sedikit merenungkan kondisi dan karakteristik masyarakat Hijaz, khususnya masyarakat kala itu, kemukjizatan seluruh perilaku beliau akan jelas bagi kita. Beliau bak sebuah bunga yang tumbuh di ladang duri.

Beliau tidak hanya tidak terpengaruh oleh karakteristik duri-duri itu, bahkan beliau berhasil merubahnya. Beliau tidak hanya terpengaruh oleh kondisi kehidupan masyarakat kala itu, bahkan beliau berhasil mempengaruhi gaya hidup mereka.

Dalam kurun waktu dua puluh tiga tahun, beliau telah berhasil melakukan empat pekerjaan besar dan fundamental meskipun banyak aral melintang dan problema yang melilit. Masing-masing pekerjaan itu dalam kondisi normal semestinya memerlukan usaha bertahun-tahun untuk dapat tegak berdiri sepanjang masa. Keempat pekerjaan besar itu adalah sebagai berikut:

Pertama, berbeda dengan keyakinan-keyakinan yang sedang berlaku pada masa beliau, beliau membawa sebuah ajaran yang bersifat Ilahi. Sebuah ajaran yang pernah disampaikan oleh para nabi pendahulunya. Sebagai penutup para Nabi, beliau telah berhasil menciptakan banyak orang beriman kepada agama tersebut sehingga sampai sekarang pun pengaruh spiritual beliau masih kuat tertanam di dalam lubuk hati ratusan juta pengikutnya.

Menjadikan seseorang taat adalah sebuah pekerjaan yang mudah. Akan tetapi, menundukkan hati masyarakat, itu pun sebuah masyarakat fanatis dan bodoh tanpa syarat dan menjadikan mereka taat dari lubuk hati bukanlah sebuah pekerjaan yang mudah.

Kedua, dari kabilah-kabilah berpecah-belah yang selalu saling bermusuhan dan memiliki hobi berperang, beliau berhasil sebuah umat yang satu dan menjalin persaudaraan, persamaan, kebebasan dan kesatun kalimat dalam arti yang sebenarnya di antara mereka.

Setelah beberapa tahun berlalu, beliau berhasil membentuk sebuah umat yang bernama umat Muhammad saw. Hingga sekarang umat ini masih eksis dan terus bertambah.

Ketiga, di tengah-tengah kabilah yang berpecah-belah, masing-masing memiliki seorang pemimpin, biasa melakukan pekerjaan secara tersendiri dan tidak pernah memiliki sebuah pemerintahan yang terpusat itu, beliau berhasil membentuk sebuah pemerintahan yang berlandaskan kepada kebebasan dan kemerdekaan yang sempurna.

Dari sisi kekuatan dan kemampuan, pemerintahan ini pernah menjadi satu-satunya pemerintahan mutlak di dunia setelah satu abad berlalu.

Beliau pernah menulis enam surat dalam satu hari kepada para raja penguasa masa itu dan mengajak mereka untuk memeluk Islam, raja-raja yang menganggap diri mereka berada di puncak kekuatan dan meremehkan kaum Arab.  Ketika surat beliau sampai ke tangan raja Iran dan melihat nama beliau disebutkan di atas namanya, ia marah seraya memerintahkan para suruhannya untuk pergi ke Madinah dan membawa Muhammad ke hadapannya.

Ya! Para raja itu berpikir bahwa bangsa Arab adalah sebuah bangsa yang tidak akan menunjukkan reaksi apa pun di hadapan pasukan kecil seperti bala tentara Habasyah. Bahkan, mereka akan lari tunggang-langgang meninggalkan Makkah dan kehidupan mereka, serta berlindung ke gunung-gunung. Mereka tidak dapat memahami bahwa bangsa Arab telah memiliki seorang pemimpin Ilahi dan mereka bukanlah bangsa Arab yang dulu lagi.

Keempat, dalam kurun waktu dua puluh tiga tahun, beliau telah menetapkan dan menunjukkan sederetan undang-undang yang mencakup seluruh kebutuhan umat manusia. Undang-undang ini akan tetap kekal hingga hari Kiamat, dan mempraktikkannya dapat mendatangkan kebahagiaan umat manusia.

Undang-undang ini tidak akan pernah layu. “Kehalalan Muhammad adalah halal selamanya hingga hari Kiamat dan keharamannya adalah haram selamanya hingga hari Kiamat.” Undang-undang ini akan selamanya hidup kekal. Di hauzah-hauzah ilmiah selalu dibahas dan didiskusikan oleh para fuqaha besar dalam sebuah obyek pembahasan fiqih, Furu’uddin dan kewajiban amaliah.

Minggu, 20 Maret 2016

Ingat 14 Pesan Rasulullah SAW Kepada Wanita

Untukmu wahai saudariku wanita muslimah, ingatl ah baik baik akan pesan ini:

1. Dunia ini adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasan ialah wanita (isteri) yang solehah. (Riwayat Muslim).

2. Apabila perempuan yang memakai wewangian (Parfum) kemudian ia keluar berjalan diantara kaum lelaki, agar mereka mencium bau harumnya maka ia adalah perempuan zina, dan tiap-tiap matayang memandang itu adalah zina. (Riwayat Ahmad, Thabarani dan Hakim)

3. Dinikahi wanita itu karana empat perkara: karana hartanya, karana keturunannya, karana kecantikannya dan kerana agamanya, maka carilah yang kuat beragama niscaya kamu beruntung.

4. Wanita apabila ia sholat lima waktu, puasa sebulan Ramadhan, memelihara kehormatan serta taat pada suami, maka masuklah ia dari pintu syurga yang ia kehendaki. (Riwayat dari Ahmad Ibnu Hibban, Thabarani,Anas bin Malik).

5. Perempuan yang berpakaian dalam dan berhias bukan untuk suaminya dan muhrimnya adalahseumpama kegelapan di hari kiamat, tidak ada cahaya baginya. (Riwayat Tarmizi)

6. Apabila lari seorang wanita dari rumah suaminya, tidak diterima Sholatnya, sehingga ia kembali dan menghulurkan tangan kepada suaminya (meminta maaf). (Riwayat dari Hassan).

7. Wanita yang taat pada suami, semua burung-burung di udara, ikan diair, malaikat di langit, matahari dan bulan semuanya beristigfar baginya selama ia masih taat pada suaminya dan diredainya (serta menjaga sembahyang dan puasanya).

8. Dari Muaz bin Jabal bersabda Rasululllah SAW: Apabila wanita yang berdiri di atas kakinya membakar roti (Memasak) untuk suaminya hingga muka dan tangannya kepanasan oleh api, maka diharamkan muka dan tangannya dari bakaran api neraka.

9. Tiap-tiap wanita yang menolong suaminya di dalamurusan agama, maka Allah memasukkanya dalam syurga lebihdahulu dari suaminya (sepuluh ribu tahun) kerana dia memuliakan suaminya di dunia maka mendapat pakaian dan bau-bauan syurgauntuk turun ke mahligai suaminyadan mengadapnya.

10. Ya Fatimah, jika seorang wanita meminyakkan rambut suaminya dan janggutnya dan memotong kumisnya dan mengerat kukunya, diberi minum oleh Allah dari air sungai syurga, diiringi Allah baginya sakaratul maut dan akan didapati kuburnya menjadi sebuah taman daritaman-taman

syurga serta dicatatkan Allah baginya terbebas dari neraka dan selamatlah ia melintasi titian Siratul-mustaqi m.

11. Wanita yang berkata kepada suaminya “tidak pernah aku dapat dari engkau satu kebajikan pun”. Maka Allah akan hapuskan amalannya selama70 tahun, walaupun ia berpuasa siang hari dan beribadahpada malamnya.

12. Apabila wanita mengandung janindalam rahimnya, maka beristighfarlah para malaikat untuknya, Allah mencatatkan baginya setiap hari seribu kebajikan dan menghapus baginya seribu kejahatan.

13. Apabila wanita mulai sakit untuk bersalin, Allah mencatatkan baginya pahala orang yang berjihad pada jalan Allah (perangsabil).

14. Apabila wanita melahirkan anak keluarlah dosa-dosa darinyaseperti keadaan ibunya melahirkannya..

Semoga bermanfaat buatku terutama dan smua wanita diseluruh dunia yang mengaku muslimah,salam santunku

Jumat, 18 Maret 2016

Inilah 3 Tugas Utama Imam Mahdi di Hari Akhir

REPUBLIKA.CO.ID, Pada Hari Akhir akan muncul kekacauan yang mengerikan. Menurut cendekiawan Muslim, Harun Yahya, Hari Akhir berarti 'masa terakhir.'

''Menurut kitab-kitab Islam, hal ini berarti sebuah periode waktu yang dekat dengan Hari Kiamat,'' ujarnya.

Ia menuturkan, pada hari akhir itu Allah akan memerintahkan seorang hamba yang mempunyai akhlak yang mulia, yang dikenal sebagai Al Mahdi (pemberi petunjuk ke arah kebenaran).

Imam Mahdi itulah yana akan mengajak umat manusia kembali ke jalan yang benar. Tugas pertama Al Mahdi adalah mengobarkanperang pemikiran di dalam dunia Islam dan mengembalikan umat Muslin yang telah jauh dari intisari Islam sejati, menuju iman dan akhlak sesungguhnya.


''Dalam hal ini, Al Mahdi mempunyai tiga tugas dasar,'' ujar Harun Yahya. Berikut ini ketiga tugas Imam Mahdi itu:

1. Menghancurkan seluruh sistem filsafat yang mengingkari keberadaan Allah SWT.

2. Memerangi takhayul dengan membebaskan Islam penindasan orang-orang munafik yang telah menyimpangkan agama, dan kemudian mengungkap dan melaksanakan akhlak Islam sejati yang didasarkan pada aturan Alquran.

3. Memperkuat seluruh dunia Islam, baik secara politik maupun sosial, dan kemudian mengembangkan perdamaian, keamanan, dan kesejahteraan serta memecahkan berbagai masalah kemasyarakatan.

''Menurut sejumlah besar hadis, Nabi 'Isa AS akan turun ke bumi pada waktu bersamaan dan akan menyeru seluruh pemeluk Kristen dan Yahudi, khususnya, untuk meninggalkan berbagai kepercayaan takhayul yang diyakini oleh mereka pada saat ini dan hidup menurut Alquran,'' papar Harun Yahya.

Menurut dia, ketika pemeluk Kristen telah mendengarkannya, umat Islam dan Kristen akan bersama di bawah satu keimanan dan dunia ini akan mengalami zaman perdamaian, keamanan, kebahagian, dan kesejahteraan terbesar yang dikenal sebagai Masa Keemasan.
Sumber : harunyahya.com

Rabu, 16 Maret 2016

Kisah Pertaubatan Nabi Daud as

Dari Abu Hurairah ra, bahwasanya Rasulullah saw pernah bersabda, “Dahulu Nabi Daud as telah membagi masa ini menjadi empat bagian: Satu hari diperuntukkannya mengkaji ilmu bersama kaum Bani Israil, satu hari dipergunakannya di mihrab, satu hari dipergunakan untuk melaksanakan pengadilan dan sehari lagi untuk para istri beliau.”

Ketika beliau sedang mengkaji ilmu bersama kaum Bani Israil, tiba-tiba sebagian dari mereka berkata, “Tidak sehari pun yang dilalui anak cucu Adam, kecuali dia melakukan suatu perbuatan dosa.”

Daud as berkata dalam hati, “Hari dimana aku menyendiri di mihrab, pasti aku terhindar dari dosa.” Allah pun menyampaikan wahyu kepada beliau, “Hai Daud, waspadalah sampai kau lihat cobaanmu!”

Dan diceritakan dari Al Hasan, “Ketika Daud as berada di mihrabnya sedang membuka-buka kitab Zabur untuk dibaca, tiba-tiba masuklah seekor burung dari sebuah celah rumah dan hinggap di hadapan beliau. Tubuh burung itu terbuat dari emas dan sepasang sayapnya dari sutera halus dan bermahkotakan mutiara. Paruhnya terbuat dari permata zamrud dan sepasang kakinya pun terbuat dari permata pirus.

Karena burung yang sangat indah itu hinggap di hadapan Nabi Daud as , beliau pun memperhatikannya dan berkeyakinan bahwa burung tersebut jenis burung surga, bahkan beliau terpesona akan keindahannya. Pada masa itu Nabi Daud as mempunyai seorang putera kecil, maka beliau berkata, “Sebaiknya burung ini aku tangkap saja, lalu kuperlihatkan kepada puteraku.”

Nabi Daud as berusaha menangkapnya, akan tetapi burung tersebut terbang menjauh, dan beliau pun tetap berkeinginan untuk mendapatkannya. Setiap kali tangan beliau hendak meraihnya, seketika itu pula burung tersebut menghindar. Begitulah seterusnya, setiap kali beliau mendekat, burung itu menjauh kembali hingga Nabi Daud as berdiri dari tempatnya dan menutup Kitab Zabur beliau.

Nabi Daud as mencarinya terus hingga sampailah di sebuah celah. Dan masuklah Daud as ke dalam lubang tersebut, tiba-tiba pandangan beliau menangkap sosok wanita yang sedang mandi. Beliau terpaku menyaksikan keindahan ciptaan Allah tersebut. Sementara sang wanita itu pun akhirnya mengetahui bahwa sepasang mata mengawasi dirinya, seketika itu diurainya keindahan rambut panjangnya untuk menutupi sekujur tubuhnya.

Kembali pada hadis Hasan. Hasan menambahkan; setelah wanita cantik itu menguraikan rambutnya. Daud as semakin bertambah kagum (akan kecantikannya). Kemudian beliau kembali ke tempat semula (mihrab) dengan hati yang dipenuhi gejolak cinta membara kepada sang wanita itu.

Akhirnya Daud as mengutus seseorang untuk mencari informasi tentang identitas wanita cantik tersebut. Utusan itu kembali kepada Nabi Daud as dengan membawa informasi yang didapatkannya. “Dia bernama Tasyayu, putri Hanana. Suaminya bernama Uriya bin Shura, kini berada di Balqa’ bersama kemenakan (putra saudara wanita) Nabi Daud, sedang mengepung sebuah benteng musuh.

Nabi Daud as akhirnya mengirim surat kepada kemenakannya yang berisikan:
“Jika suratku ini sudah sampai kepadamu, maka perintahkanlah kepada Uriya bin Shura agar dia membawa tabut dan bergabung dalam barisan (tentara) terdepan kita!”
Biasanya anggota pasukan yang berada pada barisan terdepan, tidak kembali sebelum terbunuh atau mendapatkan kemenangan dari Allah SWT.

Pemimpin tentara itu memanggil Uriya dan kemudian membacakan surat Nabi Daud as. Uriya pun menjawab, “Aku siap melakukan semuanya!”
Uriya lantas membawa tabut dan berjalan bersama-sama pasukan di barisan terdepan, dan akhirnya terbunuh. Setelah Uriya gugur, putra saudara wanita (kemenakan) Daud as berkirim surat kepada beliau untuk mengabarkan berita tentang gugurnya Uriya.

Ketika masa iddah istri Uriya telah habis, Daud as mengutus seseorang meminang Tasyayu’. Selanjutnya menikahlah mereka.
Setelah Nabi Daud as menyunting Tasyayu binti Hanana, ketika sedang berkhalwat di mihrab, tiba-tiba menangkap suara keras yang diikuti munculnya dua laki-laki asing. Keduanya lantas menyerbu Nabi Daud as, hingga beliau pun terkejut karenanya. Kedua laki-laki itu berkata, “Jangan terkejut! Kami adalah dua orang laki-laki yang sedang terlibat dalam suatu perkara, dimana salah satu dari kami telah berbuat zalim atas yang lain. Karena itu, berilah kami keputusan yang adil dan janganlah Anda menyimpang dari kebenaran dan tunjukan kami ke jalan yang lurus!”

Nabi Daud as berkata, “Coba ceritakan kepadaku akan keberadaan kalian berdua!”
Salah seorang dari keduanya berkata, “Sesungguhnya saudaraku ini mempunyai 99 ekor kambing betina, sedangkan aku hanya memiliki seekor. Saudaraku ini lalu berkata kepadaku, ‘Serahkanlah kambing itu kepadaku!’ Dia pun selalu mengalahkanku dalam setiap perdebatan, yakni dengan memaksa dan berbuat aniaya terhadapku. Dia pun secara paksa meminta dan mengambil kambingku untuk digabungkan dengan kambing-kambingnya. Dalam berbicara pun dia lebih unggul dibanding aku, jika dipanggil, dialah yang lebih dahulu datang dan jika keluar, dia lebih banyak pengikutnya.”

Nabi Daud as lalu berkata, “Sesungguhnya dia telah berbuat zalim dengan meminta kambingmu itu untuk ditambahkan kepada kambingnya. Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebagian mereka berbuat zalim kepada sebagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, dan amat sedikitlah mereka ini.” (QS Shaad: 24)

Perawi hadis ini selanjutnya mengatakan, “Kemudian tertawalah orang yang dituduh melakukan semua itu.”

Nabi Daud as pun berkata, “Engkau telah berbuat zalim, mengapa justru tertawa, rupanya kau perlu kapak untuk menghancurkan ini dan inimu?” – yakni kening dan mulutnya.

Malaikat (yang berubah wujud menjadi seorang laki-laki) itu lalu berkata, “Saya kira Andalah yang perlu diperlakukan begitu!” Akhirnya kedua malaikat itu menghilang.

Dalam riwayat lain perawi berkata, “Kedua malaikat itu lalu mengubah bentuknya (pada bentuknya yang asli) dan kemudian naik (ke langit) seraya berkata, “Lelaki ini telah menghakimi dirinya sendiri.”

Nabi Daud as pun mengerti bahwa yang dimaksud adalah diri beliau sendiri. Beliau pun merebahkan diri, bersujud selama 40 hari. Selama bersujud beliau tidak pernah mengangkat kepala, kecuali hanya untuk melakukan suatu kebutuhan yang semestinya dilakukan. Seusai menunaikan kebutuhannya, beliau pun sujud kembali.

Dalam keseharian beliau tidak makan dan minum, beliau terus-menerus menangis sehingga di sekitar kepala tumbuh rerumputan. Nabi Daud as selalu memanggil nama Tuhannya, Allah SWT seraya mengucapkan taubat.

Dalam sujudnya selalu membaca, “Maha Suci Sang Pencipta cahaya yang menghalangi semua hati. Maha Suci Sang Pencipta cahaya! Tuhanku, Engkau telah mengosongkan antara aku dan musuhku iblis sehingga aku tidak mampu untuk memfitnahnya ketika Engkau turun bersamaku.
Maha Suci Sang Pencipta cahaya! Tuhanku, selamanya aku tidak pernah mengambil hikmah dari apa yang pernah aku nasihatkan kepada orang lain. Tuhanku, Engkau telah memerintahkan kepadaku agar aku terhadap anak yatim bagaikan sang ayah yang penuh kasih sayang dan terhadap sang janda bagaikan suami yang penuh kasih sayang pula, tapi aku lalu melupakan akan janji Engkau.
Maha Suci Sang Pencipta cahaya! Tuhanku, dengan mata yang mana aku harus melihat Engkau pada hari kiamat nanti? Karena sesungguhnya orang-orang yang zalim telah memandang dari sisi yang samar-samar.
Maha Suci Sang Pencipta, Tuhanku! Kecelakaanlah bagi Daud akibat dosa besar yang telah menimpanya.
Maha Suci Sang Pencipta, Tuhanku. Kerusakanlah bagi Daud ketika tabir telah dibuka darinya.”

Kemudian kepada beliau dikatakan, “Inilah Daud yang salah itu?”

(Nabi Daud as meneruskan doanya) , “Maha Suci Sang Pencipta cahaya! Tuhanku, hanya kepada Engkau-lah aku lari dengan membawa segala dosaku dan aku mengaku atas segala kesalahanku. Oleh karena itu, janganlah Engkau jadikan aku orang-orang yang berputus asa dan jangan pula Engkau susahkan aku pada hari Kiamat nanti.”

Nabi Daud as mengulang-ngulang doa tersebut dalam munajat beliau.

Selanjutnya dikatakan oleh sang perawi, “Lalu datanglah panggilan kepadanya, ‘Laparkah engkau maka engkau akan diberi makan? Hauskah engkau maka engkau akan diberi minum? Teraniayakah engkau maka engkau akan diberi pertolongan?’ Akan tetapi, Daud as tidak menanggapinya dalam menyebutkan kesalahannya.

Dikatakan pula oleh sang perawi, “Nabi Daud as pun berteriak dengan teriakan yang menggoncangkan apa yang ada di sekeliling beliau. Beliau memanggil-manggil, ‘Wahai Tuhanku! Ampunilah dosa yang telah menimpaku!’ Beliau pun dipanggil, ‘Wahai Daud, angkatlah kepalamu! Sungguh Aku telah mengampuni dosamu’.”

Dari Wahb bin Munabbih, “Sesungguhnya ketika Nabi Daud as datang ke makam Uriya, beliau duduk bersimpuh di sisinya seraya menuangkan debu di atas kepala beliau dan berkata, “Kerusakanlah bagi Daud, kemudian kerusakan yang panjanglah bagi Daud. Maha Suci Sang Pencipta cahaya! Kerusakanlah bagi Daud, kemudian kerusakanlah bagi Daud ketika timbangan amal telah dipancangkan.
Maha Suci Sang Pencipta cahaya! Kerusakanlah bagi Daud, kemudian kerusakan yang panjanglah bagi Daud pada hari ketika orang yang dianiaya telah menuntut balas kepada orang yang menganiaya.
Maha Suci Sang Pencipta cahaya! Kerusakanlah bagi Daud, kemudian kerusakan yang panjanglah bagi Daud ketika dia dicampakkan di atas mukanya ke neraka bersama dengan orang-orang yang bersalah.
Maha Suci Sang Pencipta cahaya! Kerusakanlah bagi Daud, kemudian kerusakan yang panjanglah bagi Daud.”

Berkatalah sang perawi, “Lalu sampailah kepada Nabi Daud as sebuah panggilan dari langit, “Wahai Daud, sungguh Aku telah mengampuni dosamu, Aku telah mengasihi tangismu dan Aku telah memaafkan kesalahanmu.”
Nabi Daud as berkata, “Bagaimana mungkin Engkau memberikan ampunan kepadaku, sedangkan temanku ini tidak mau mengampuniku.”
Allah SWT berfirman, “Wahai Daud, Aku telah memberikan pahala kepadanya di akhirat nanti, dimana (kenikmatan) pahala itu sebelumnya belum pernah dipandang oleh kedua matanya dan belum pernah didengar oleh kedua telinganya.
Lalu Ku-katakan, “Puaskah hamba-Ku?”
Ia berkata, “Dari mana aku mendapatkan ini, padahal amalku belum mencapainya?”
Aku pun berfirman kepadanya, “Ini adalah sebagai pengganti dari hamba-Ku Daud, lalu Aku memintanya memberikannya kepadamu dan dia memberikannya kepadamu karena Aku.”

Nabi Daud as pun berkata, “Wahai Tuhanku, sekarang aku tahu bahwa Engkau telah mengampuniku.”

(Ibnu Qudamah Al Maqdisy. Mereka yang kembali, ragam kisah taubatan nashuha. Penerbit Risalah Gusti. Surabaya. 1999)

Selasa, 15 Maret 2016

Doa Nabi Sulaiman as untuk Mensyukuri Nikmat

 رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَى وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ وَأَدْخِلْنِي بِرَحْمَتِكَ فِي عِبَادِكَ الصَّالِحِينَ

"Ya Tuhanku, berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada kedua orang ibu-bapakku dan untuk mengerjakan amal shalih yang Engkau ridhai, serta masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang shalih." (QS. Al-Naml: 19).