Sabtu, 27 Februari 2016

Bangsa Arab

'Cintailah/ Sayangilah oleh kamu akan Arab karena tiga hal : karena aku orang Arab, Alquran berbahasa Arab dan pembicaraan ahli surga dengan bahasa Arab'. HR. At tabrani, al hakim, al baihaqi dan selainnya.

Selasa, 09 Februari 2016

Sombong Adalah Selendang ALLAH

Tidak ada orang yang suka pada orang yang bersifat dan bersikap sombong. Sombong adalah salah satu sifat yang sangat dibenci oleh ALLAH. Sombong adalah perasaan menganggap diri lebih (lebih baik, lebih istimewa, lebih cerdas, lebih kaya, lebih tampan, lebih cantik, dsb.) atas orang lain, dan memandang orang lain lebih rendah dan lebih hina.
Dalam Al-Qur’an surat Luqman ayat 18 dan 19, ALLAH SWT berfirman,
Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.
Dari dua ayat di atas kita bisa menarik sebuah kesimpulan bahwa sikap dan sifat sombong, angkuh dan suka membanggakan diri sangat tidak disukai oleh ALLAH SWT. Tetapi ALLAH sangat menyukai sifat rendah hati dan sederhana. Ada banyak lagi ayat-ayat dalam Al-Qur’an yang mencela sikap sombong di antaranya:
Aku akan memalingkan orang-orang yang menyombongkan dirinya di muka bumi tanpa alasan yang benar dari tanda-tanda kekuasaan-Ku. (QS. Al-A’raaf [7]: 146)
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong. (QS. An-Nahl [16]: 23)
Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina. (QS. Al-Mu’min [40]: 60)
Rasulullah saw., pun mencela sikap sombong. Abdullah bin Mas’ud meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda,
Tidak akan masuk surga orang yang hatinya terdapat seberat biji sawi dari sikap sombong. (HR. Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad)
Di hadits yang lain Rasulullah saw. bersabda,
ALLAH SWT berfirman, sifat sombong itu selendang-KU, dan keagungan itu pakaian-KU. Barangsiapa yang menentang-KU dari keduanya, maka AKU masukkan ia ke neraka Jahannam. (HR. Muslim, Abu Dawud dan Ahmad)
Sementara itu Amr bin Syu’aib meriwayatkan dari ayahnya dari kakeknya, bahwasanya Rasulullah saw. bersabda,
Orang-orang yang sombong besok di hari kiamat akan dikumpulkan seperti semut-semut kecil dalam bentuk manusia, mereka datang dengan hina dari berbagai tempat, mereka diberi minum dari keringat penduduk neraka yang berupa nanah dan darah penduduk neraka. (HR. Ahmad danAt-Tirmidzi: 2492)
Abi Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda,
Saya diperlihatkan 3 (tiga) golongan pertama yang masuk surga dan 3 (tiga) golongan pertama yang masuk neraka. Adapun tiga golongan pertama yang masuk surga adalah orang yang mati syahid, budak yang dimiliki tuannya akan tetapi ia melaksanakan ibadah kepada ALLAH SWT dengan sebaik-baiknya dan memberikan nasihat kepada tuannya, dan orang yang menjauhkan dirinya dari hal-hal yang haram dan meminta-minta orang lain, padahal ia mempunyai tanggungan keluarga. Sedangkan tiga golongan pertama yang masuk neraka adalah pemimpin yang sewenang-wenang dan orang mempunyai harta banyak, akan tetapi ia tidak memberikannya kepada orang lain yang berhak menerimanya dan orang fakir yang sombong. (HR. Ahmad, Ibnu Hibban, Ath-Thayalisy, dan Al-Hakim)
Manusia sesungguhnya adalah makhluk yang dhaif (lemah) karena itu tidak berhak untuk menyombongkan diri dengan apapun yang dimilikinya. Sesungguhnya semua yang dimiliki oleh manusia hanyalah titipan, hakikatnya semua adalah milik ALLAH. Dan semua itu akan kembali kepada-NYA.
Sungguh jelas ancaman ALLAH atas sifat dan sikap sombong ini seperti yang sudah dituliskan pada ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadits di atas. Jika sudah sedemikian jelas ancaman untuk kesombongan, apakah kita masih berani untuk sombong??
Mari kita tanggalkan pakaian kesombongan, takutlah akan ancaman ALLAH SWT. Mari kita beristighfar, memohon ampun atas kesombongan-kesombongan yang mungkin pernah kita lakukan, baik secara terang-terangan maupun secara tersembunyi. Mari kita pakai pakaian rendah hati untuk menggantikan pakaian kesombongan yang pernah atau masih kita kenakan. Semoga ALLAH SWT mengampuni dosa-dosa yang telah kita lakukan.. amin yaa Rabb..

Janganlah Mencela Makhluk Allah Subhanahu wa Ta’ala

Ucapan terkadang ringan dimulut, seakan-akan angin yang berhembus tanpa ada yang menghalanginya, sehingga ada sebagian orang yang membuat hamba Allah tersakiti, dan murka, bahkan “menyakiti” Allah ketika mencela makhluk-Nya. Sebab, mencela makhluk sama dengan mencela Allah. Karenanya, Allah Ta’ala- mengajarkan kepada kita melalui lisan Nabi-Nya -Shollallahu ‘alaihi wasallam- cara menjaga lisan dari “hobi mencela“, karena ini akan mendatangkan dosa .
1. Jangan Mencela Masa (Waktu)
Masa adalah salahsatu makhluk ciptaan Allah -Ta’ala-. Seorang ketika mencela makhluk ibaratnya mencela Pembuat, dan Penciptanya. Si pencela ini seakan tak menghormati, dan menghargai si Pencipta; seakan makhluk yang dicelanya, tak ada gunanya. Padahal Allah menciptakannya berdasarkan hikmah yang amat tinggi.
Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- melarang kita mencela masa dalam sabdanya,
لَا تَسُبُّوْا الدَّهْرَ فَإِنَّ اللهَ هُوَ الدَّهْرُ
Janganlah kamu mencela masa, karena Allah adalah masa!” [HR. Muslim dalam Shohih-nya (2246), dan Ahmad dalam Al-Musnad (9126)]
Mencela masa dan mengembalikan kesialan kepada masa berarti menyakiti Allah -Ta’ala- . Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda,
قَالَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ يُؤْذِيْنِيْ ابْنُ آدَمَ يَقُوْلُ يَا خَيْبَةَ الدَّهْرِ فَلَا يَقُوْلَنَّ أَحَدُكُمْ يَا خَيْبَةَ الدَّهْرِ فَإِنِّيْ أَنَا الدَّهْرُ أُقَلِّبُ لَيْلَهُ وَنَهَارَهُ
Allah Azza wa Jalla berfirman: ” Anak adam manyakiti-Ku; anak Adam berkata, “Wah, Celaka karena masa”. Janganlah seorang diantara kalian berkata, “Wah, Celaka karena masa“, karena Aku dalah masa, Aku membolak-balikkan malam dan siang“. [HR. Bukhariy dalam Shohih-nya (4826), Muslim dalam Shohih-nya (2246)].
Imam Al-Baghowiy-rahimahullah- berkata, “Sabda Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam-, ” janganlah seseorang mangatakan : “Wah, celaka karena masa!”, maknanya bahwa diantara kebiasaan orang Arab adalah mencela masa, yaitu pada waktu kejadian-kejadian (musibah), karena menisbatkan musibah-musibah dan perkara-perkara yang tidak disukai kepada masa. Mereka biasa mengatakan (tentang orang yang tertimpa musibah), “Masa-masa sial telah menimpa mereka; mereka telah dibinasakan oleh masa“. Allah -Subhanahu wa -Ta’ala-’ telah menyebutkan tentang mereka di dalam kitab-Nya seraya berfirman,
وَقَالُوْا مَا هِيَ إِلَّا حَيَاتُنَا الدَّنْيَا نَمُوْتُ وَنَحْيَا وَمَا يُهْلِكُنَا إِلَّا الدَّهْرُ
Mereka berkata, “Kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja; kita mati dan kita hidup. Tidak ada yang akan membinasakan kita selain masa“. ((QS.Al-Jatsiyah :24 ).
Jika mereka menisbatkan kesusahan yang menimpa mereka kepada masa, berarti mereka mencela pelaku yang membuat kesusahan-kesusahan itu, sehingga celaan mereka tertuju kepada Allah -Ta’ala, karena Dia adalah Pelaku sebenarnya terhadap perkara-perkara yang mereka nisbatkan kepada masa. Oleh karena inilah, mereka dilarang mencela masa”. [Lihat Syarhus Sunnah 12/357, cet. Al-Maktab Al-Islamiy, dengan tahqiq Syu’aib Al-Arna’uth1398 H]
Ibnu Qoyyim Al-Jauziyyah-rahimahullah- berkata, “Pencela masa akan berkisar dalam dua perkara; ia harus terkena oleh salahsatunya: entah ia mencela Allah, ataukah ia musyrik (memperserikatkan Allah), karena jika ia meyakini bahwa masa adalah pelaku bersama Allah, maka ia adalah musyrik. Jika ia meyakini bahwa Allah saja yang melakukan hal itu, sedang ia mencela yang melakukannya, maka sungguh ia telah mencela Allah“. [Lihat Zaadul Ma’ad (2/323), dengan tahqiq Al-Arna’uth, cet. Mu’assasah Ar-Risalah, 1407 H]
Faedah:
Jangan dipahami dari hadits ini bahwa Allah adalah masa, sebab masa adalah makhluk. Abu Sulaiman Al-Khoththobiy-rahimahullah- berkata ketika me-syarah hadits di atas, “Maknanya: Aku adalah pemilik masa, dan pengatur segala urusan yang kalian nisbahkan kepada masa. Barangsiapa yang mencela masa, karena dia adalah pelaku bagi urusan-urusan ini, maka celaannya kembali kepada-Ku, karena Aku adalah Pelakunya. Masa itu hanyalah waktu dan zaman yang aku jadikan sebagai wadah waktu terjadinya urusan-urusan“. [Lihat Al-Qowa’id Al-Mutsla (hal.27), dengan Ta’liq Asyrof bin Abdil Maqshud, cet. Adhwa’ As-Salaf ]
2.Jangan Mencela Demam
Jika orang diuji dengan penyakit, seringkali dia tidak bersabar, bahkan berkeluh kesah atau mencela penyakit yang dia derita. Padahal semua yang dialami seorang mukmin itu baik baginya. Jika dia menyikapinya seperti yang dituntunkan oleh Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam-, ini akan membersihkan seorang mukmin dari dosa-dosanya.
Jabir bin abdullah -radhiyallahu ‘anhu- berkata,
أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَخَلَ عَلَى أُمِّ السَّائِبِ أَوْ أُمِّ الْمُسَيَّبِ فَقَالَ مَالَكِ ؟ يَا أُمَّ السَّائِبِ أَوْ يَا أُمَّ الْمُسَيَّبِ تُزَفْزِفِيْنَ ؟ قَالَتْ الْحُمَّى لَا بَارَكَ اللهُ فِيْهَا فَقَالَ لَا تَسُبِّيْ الْحُمَّى فَإِنَّهَا تُذْهِبُ خَطَايَا بَنِيْ آدَمَ كَمَا يُذْهِبُ الْكِيْرُ خَبَثَ الْحَدِيْدِ
Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- menemui Ummu Saib atau Ummu Musayyab, lalu beliau bersabda: “kenapa engkau wahai ummu saib”, atau ” Wahai Ummul Musayyab engkau gemetar”. Dia menjawab: “Demam, semoga Allah tidak memberkahinya”. Maka beliau bersabda: “janganlah engkau mencela demam, sesungguhnya demam itu akan menghilangkan dosa-dosa anak Adam sebagaiman tungku api pandai besi membersihkan kotoran besi“. [HR.Muslim (2575)]
Beginilah terapi Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- dalam mengobati hati dan lisan seseorang sehingga seorang mukmin bersih dari segala perkara yang merusak citra dirinya di hadapan Allah dan para hamba-hamba-Nya. Inilah keistimewaan Islam; ia mengajarkan akhlaq yang mulia dalam segala perkara.
3.Jangan Mencela Binatang
Binatang –walaupun rendah dalam pandangan kita- juga tak boleh dicela, karena ia adalah nikmat ciptaan Allah yang membantu, dan memudahkan urusan dunia, dan akhirat kita.
Abu Barzah Al-Aslamiy -radhiyallahu ‘anhu- berkata,
بَيْنَمَا جَارِيَةٌ عَلَى نَاقَةٍ عَلَيْهَا بَعْضُ مَتَاعِ الْقَوْمِ إِذْ بَصُرَتْ بِالنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَتَضَايَقَ بِهِمْ الْجَبَلُ فَقَالَتْ حَلْ اللَّهُمَّ الْعَنْهَا قَالَ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تُصَاحِبُنَا نَاقَةٌ عَلَيْهَا لَعْنَةٌ
ketika seorang budak wanita berada diatas seekor onta tunggangan, dan di atas onta itu terdapat barang milik orang-orang lain. Ketika onta itu melihat nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- sedangkan (jalan) gunung menjadi sempit dengan mereka. Maka budak wanita itu berkata: “yak cepatlah hai onta, wahai Allah laknatlah onta ini! ” maka Nabi bersabda: “onta yang dilakanat itu tidak boleh menemani kami. [HR. Muslim dalam Shohih-nya (2596)].
Syaikh Husain Al-Awayisyah-hafizhahullah- berkata, “Alangkah agung dan indahnya agama ini, yang melarang celaan terhadap binatang. Sebuah agama yang berusaha membersihkan hati; agama yang berusaha membersihkan lidah. Sesungguhnya manusia yang terbiasa mencela binatang, akan mudah baginya mencela manusia. Sesungguhnya manusia yang terbiasa menjaga lidahnya dari mencela binatang, akan mudah baginya menjaga lidahnya di dalam segala yang diridhoi oleh Allah -Ta’ala-, InsyaAllah“. [Lihat Hasho’id Al-Alsun (hal.157), cet. Darul Hijrah].
4.Jangan Mencela Ayam Jantan
Mungkin ada diantara kita tak pernah berpikir kalau ayam yang kita lihat sehari-hari, ternyata ia memiliki keutamaan membantu manusia dalam beribadah, karenanya Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- memuji ayam jantan, dan melarang kita mencelanya. Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda melarang kita mencela ayam jantan, karena ayam jantan itu berkokok untuk membangunkan manusia agar beribadah kepada penciptanya,
لَا تَسُبُّوْا الدِّيْكَ فّإِنَّهُ يُوْقِظُ لِلصَّلَاةِ
Janganlah kamu mencela ayam, karena ayam jantan itu membangunkan (orang) untuk shalat“. [HR. Abu Dawud dalam Sunan-nya(5101). Di-shohih-kan oleh syaikh Al-Albaniy dalam Takhrij Misykah Al-Mashobih (4136)].
Husain bin Al-Hasan Al-Hulaimiy-rahimahullah- berkata, “Dalam hadits ini terdapat dalil yang menunjukkan bahwa segala sesuatu yang diambil suatu faedah darinya, tak pantas untuk dicela, dan direndahkan, bahkan haknya untuk dimuliakan, dan disyukuri; dihadapai (dipergauli) dengan baik“. [Lihat Faidhul Qodir Syarh Al-Jami’ Ash-Shoghir (1/1327/no.9786) karya Abdur Ra’uf Al-Munawiy]
Adapun kebiasaan sebagian orang yang suka menghina ayam jantan, bahwa itu hanyalah binatang, maka ini merupakan perbuatan sia-sia, dan tolol. Justru perbuatannya tersebut yang pantas dicela. Lebih konyol lagi, jika ayam jantan ini tidak sekedar dihina, tapi disakiti tubuhnya ketika atraksi judi “Sabung Ayam” !!
6.Jangan Mencela Angin
Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- juga melarang mencela angin, karena sesungguhnya angin itu berhembus dengan perintah Penciptanya, bukan atas kemauannya sendiri, maka mencela angin berarti mencela Allah -Ta’ala- . Tapi hendaknya seseorang jika melihat hembusan angin yang menakutkannya hendaklah dia berdo’a dengan do’a yang dituntunkan oleh nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- sebagaimana hadits berikut ini:
لَا ت َ سُبُّوْا الرِّيْحَ فَإِذَا رَأَيْتُمْ مَا تَكْرَهُوْنَ فَقُوْلُوْا اللَهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ مِنْ خَيْرِ هَذِهِ الرِّيْحِ وَخَيْرِ مَا فِيْهَا وَخَيْرِ مَا أُمِرَتْ بِهِ وَنَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ هَذِهِ الرِّيْحِ وَشَرِّ مَا فِيْهَا وَشَرِّ مَا أُمِرَتْ بِهِ
Janganlah kamu mencela angin! Jika kamu melihat apa yang kamu tidak suka dari angin itu maka berkatalah: wahai Allah, kami mohon kepadamu kebaikan angin ini, dan berlindung kepada-Mu dari keburukan angin ini, dan dari keburukan yang ada pada angin ini, dan dari keburukan yang angin ini dikirim“. [HR. At-Tirmidzy dalam Sunan-nya(2252), Ahmad dalam Al-Musnad (5/123/no.21176)Hadits ini di-shohih-kan oleh Al-Albaniy dalam Ash-Shohihah (2756)].
Syaikh Abdur Rahman bin Hasan Alusy Syaikh-rahimahullah- berkata, “Angin itu berhembus dengan penciptaan Allah -Ta’ala-’ dan perintah-Nya, karena Allah yang menciptakannya dan memerintahkannya. Maka mencelanya berarti mencela Pelakunya, yaitu Allah -Ta’ala-, sebagaimana telah berlalu tentang larangan mencela masa, dan ini menyerupainya. Tak ada yang melakukannya, kecuali orang yang bodoh terhadap Allah dan agama-Nya,dan terhadap perkara yang Dia syariatkan kepada hamba-hamba-Nya. Jadi, Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- melarang orang-orang yang beriman dari perkara yang dikatakan oleh orang-orang yang bodoh dan kasar. Beliau membimbing mereka kepada perkara yang disukai untuk dikatakan pada saat angin berhembus, yaitu beliau bersabda, ” Jika kamu melihat apa yang kamu tidak sukai dari angin itu maka katakanlah, “Ya Allah, kami mohon kepada-Mu dari kebaikan angin ini, dan dari kebaikan yang ada pada angin ini, dan dari kebaikan yang angin ini dikirim. Kami berlindung kepada-Mu dari keburukan angin ini, dan dari keburukan yang ada pada angin ini, dan dari keburukan yang angin ini dikirim”. Di dalam do’a ini terdapat peribadahan kepada Allah, ketaatan kepada-Nya dan kepada Rasul-Nya, dan menolak keburukan-keburukan; menyebut karunia dan nikmat Allah. Inilah keadaan orang-orang yang bertauhid dan beriman. Berbeda dengan keadaan orang-orang yang fasik dan penuh dengan maksiat, orang-orang yang dihalangi dari mencicipi rasa tauhid yang merupakan hakikat iman“. (Lihat Fathul Majid Syarh Kitab Tauhid (hal. 559), cet. Dar Alam Al-Kutub, 1417 H)

Jangan Mengghibah

Berapa banyak ghibah telah merusak amalan orang-orang shalih; berapa banyak ghibah telah menggugurkan pahala orang-orang yang beramal; dan berapa banyak ghibah itu telah mendatangkan kemurkaan Rabb semesta alam...
(Ibnul Jauzi rahimahullahu, At-Tadzkirah, I/124)

Akhlak Utama

Dari Uqbah bin Amir, dia berkata:
"Rasulullah SAW bersabda, "wahai Uqbah, bagaimana jika ku beritahukan kepadamu tentang akhlak penghuni dunia dan akhirat yang paling utama? Hendaklah engkau menyambung hubungan persaudaraan dengan orang yang memutuskan hubungan denganmu, hendaklah engkau memberi orang yang tidak mahu memberimu dan maafkanlah orang yang telah menzalimimu." (HR.Ahmad, Al-Hakim dan Al-Baghawy).

Akhlak Terhadap Orang Yang Lebih Tua

Akhlaq yang di perintahkan oleh Islam dalam menghormati seseorang yang lebih tua adalah,
  1. Penghormatan
Nabi Muhammad Shallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Bukanlah dari kami siapa yang tidak menghormati yang tua, dan tidak menyanyangi yang muda” .(Hr. Tirmdizi).
Di dalam hadist ini terdapat  kalimat yang besar maknanya dimana orang tua harus di hormati dan disayangi, karena menghormati orang yang lebih tua adalah hak mereka . Dan penghormatan yang lebih muda terhadap yang lebih tua adalah akhlak yang paling di tekankan dalam hal ini.
  1. Memuliakan
Nabi Shallahu alai wa Sallam bersabda, “Sesungguhnya termasuk dalam penganggungan terhadap Allah adalah memuliakan seorang muslim yang telah tua”. (HR. Abu Dawud, di hasankan oleh Sheikh Al Albani)
Kata “memuliakan” disini maknanya adalah berbicara dengan baik dan sopan kepadanya, juga memperlembut muamalah terhadapnya, dan akhlak akhlak baik lainnya yang patut di berikan kepada yang lebih tua.
  1. Memulai mengucapkan salam kepadanya
Rasulullah bersabda,
يسلم الصغير على الكبير، و الراكب على الماشي. رواه البخاري
“Yang lebih kecil memberikan salam kepada yang lebih tua, dan orang yang memakai kendaraan memberikan salam kepada yang berjalan kaki”. (HR. Bukhari).
Maka jika kamu bertemu seorang yang lebih tua darimu maka janganlah menunggu mereka memberi salam kepadamu, justru yang lebih muda harus segera memberikan salam kepadanya dengan penuh penghormatan, adab yang baik, serta kelembutan.
Juga  seorang yang lebih muda harus bisa melihat kondisi seseorang yang lebih tua darinya, jika orangtua ini mempunyai pendengaran yang baik maka ucapkanlah salam dengan suara yang dapat dia dengar tanpa menganggunya, dan jika orangtua tersebut telah lemah pendengarannya maka seseorang yang lebih muda harus memberikan salam sesuai dengan kondisi orang tua tersebut.
  1. Jika engkau berbicara kepadanya maka panggilah dengan panggilan yang lembut.
Panggilah orang yang lebih tua darimu dengan sebut sebutan yang sopan, seperti Paman, Kakak, Abang atau yang semisalnya, dalam rangka penghormatan terhadap mereka.
Di riwayatkan dari Abi Umamah bin Sahl, dia berkata, “ Kami pernah sholat dzuhur bersama Umar bin Abdul Aziz kemudian kami keluar, kemudian kami masuk lagi kedalam masjid,lalu kami melihat Anas bin Malik sedang sholat asar, maka aku berkata, “ Wahai Paman, Shlolat apa yang kau kerjakan?”, dia berkata, “ Sholat Asar, dan ini adalah sholatnya Rasulullah yang dulu kami sholat bersamanya”. (HR. Bukhari)
Di riwayatkan dari jalan Abdurahman bin Auf, dia berkata, “ Aku pernah berdiri di barisan pada saat perang badr, kemudian aku melihat sebelah ke kanan dan kiriku, aku mendapati ada dua orang anak kecil dari kaum Ansor,  Mereka masih sangat muda, dan aku berharap bisa lebih kuat dari mereka,  lalu satu dari mereka memanggilku, “ Wahai Paman, apakah engkau tahu yang mana Abu Jahl?”, Aku berkata, “iya, aku tahu apa yang kau inginkan darinya?”, anak itu berkata, “Aku di kabarkan bahwa dia menghina Rasulullah, Aku bersumpah dengan Dzat yang jiwa aku ada ditanganNya, jika aku bertemu dengannya maka aku tidak akan melepaskannya samapai ada di salah satu dari kami yang mati dahulu”. (HR. Bukhari)
Dari dua hadist diatas, kita dapatkan bahwa yang lebih muda memanggil orang yang lebih tua darinya dengan sebutan yang baik dan sopan.
  1. Mendahuluinya di segala hal yang baik
Termasuk akhlaq yang baik adalah mendahulukan orangtua dalam berbicara, memberikan tempat kepadanya di dalam majelis, mendahulukan memberi makan kepada orangtua, dan ini termasuk hak hak mereka.
Di riwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dalam kitabnya, bahwasanya  Abdurahman bin Sahl serta Muhiyisoh dan Huwayisoh pergi menemui Nabi Shallahu Alaihi wa sallam, kemudian setelah sampai ke pada Nabi, berbicaralah yang paling muda diantara mereka yaitu Abdurahman bin Sahl, , maka Nabi Muhammad Shallahu Alahi wa Sallam memotong perkataanya seraya berkata, “yang tua dulu yang berbicara”, maksudnya adalah Muhiyisoh dan Huwayisoh.
  1. Merawatnya
Sudah kita ketahui bahwa seseorang yang telah tua, maka akan lemah badannya, akan lemah penglihatannya serta pendengarannya dan lain lain. Oleh sebab itu kita harus selalu benar benar merawat mereka, karena kelak kitapun akan berada di masa yang mereka rasakan sekarang.
Allah berfirman,
للَّهُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ ضَعْفٍ ثُمَّ جَعَلَ مِنْ بَعْدِ ضَعْفٍ قُوَّةً ثُمَّ جَعَلَ مِنْ بَعْدِ قُوَّةٍ ضَعْفًا وَشَيْبَةً يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ وَهُوَ الْعَلِيمُ الْقَدِير (الروم:54)
Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan Dialah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa. (QS. Ar- Rum 54)
Juga Allah berfirman,
Dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan (adapula) di antara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai pikun.  (QS. Al Haj:5)
Dari ayat tadi kita dapatkan bahwa merupakan hak orangtua atas yang lebih muda adalah mengetahui tentang kesehatannya, kemudian merawatnya. Bahkan sebagian orangtua karena badannya yang melemah, serta kemampuan otaknya pun menurun akhirnya menjadikan dia seperti anak  yang masih kecil.
Maka jika seseorang tidak mengetahui tentang masalah kesehatan dan lemahnya seseorang yang telah tua maka dia akan tidak sabar dalam mengurusnya, akan  buruk muamalahnya, dikarena dia tidak merasakan apa yang dialami seorang yang telah menua. Lain halnya jika seseorang merasakan atau membayangkan dirinya seperti orangtua yang lemah, serta mengetahui bahwa merawatnya adalah hak mereka atas kita, maka diapun akan mengurusnya dengan sebaik baiknya.
Dan juga yang menjadi perhatian,adalah seorang anak yang awalnya selalu berbuat baik kepada orangtua serta menjaganya kemudian berubah menjadi buruk muamalahnya, tak sabar menjaga orangtuanya, bahkan sampai mengirim orangtuanya ke panti jompo, bahkan mungkin sampai tidak menjenguknya  walaupun sekali, walaupun di hari hari lebaran.
Jika anak ini di tanya apakah dia ingin diperlakukan seperti itu oleh anaknya pada saat dia tua nanti, tentu jawabannya tidak, tidak ada manusia yang ridho diperlakukan seperti itu.
Rasulullah bersabda,
فَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يُزَحْزَحَ عَنْ النَّارِ وَيُدْخَلَ الْجَنَّةَ فَلْتَأْتِهِ مَنِيَّتُهُ وَهُوَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ ا خْآلِرِوَلْيَأْتِ إِلَى النَّاسِ الَّذِي يُحِبُّ أَنْ يُؤْتَى إِلَيْهِ
“Barang siapa ingin dijauhkan dari api neraka dan dimasukkan ke dalam surga, hendaklah saat kematian mendatanginya ia dalam keadaan beriman kepada Allahl dan hari akhir, hendaknya pula dia mempergauli manusia dengan sikap yang dia senang untuk diperlakukan terhadap dirinya.” (HR. Muslim)
  1. Mendoakannya
Mendokan orang tua, untuk dipanjangkan umurnya dalam ketaatan kepada Allah, juga doakan mereka di beri taufiq dalam beramal sholih, serta senantiasa dalam naungan Allah, juga meminta kepada Allah agar mereka dipakaikan pakain kesehatan, diberikan husnul khotimah, dan dijadikan golongan orang yang berada di dalam hadist Nabi ,
“Sebaik baiknya manusia adalah yang panjang umurnya serta baik amalnya” (HR. Ahmad)
Diceritakan bahwa Sulaiman bin Abdul Malik menemui orang tua yang ada di dalam masjid, kemudian bertanya kepadanya, “Wahai Fulan, sekarang kau sudah tua, apakah kau ingin mati saja?, Orang tua itu menjawab, “Tidak”, Kenapa? Tanya Sulaiman. “Telah pergi masa mudaku dan keburukan di dalamnya, dan datang masa tua dan kebaikannya, aku jika ingin bangun dari tempat dudukku, aku berkata Bismillah, jika aku duduk aku katakan Alhamdulillah, maka aku lebih suka keadaan seperti ini”.
Orang tua ini lebih ingin kehidupannya berlangsung seperti masa tuanya yang di penuhi dzikir dan syukur, dari pada masa muda yang banyak akan syahwat dan buang buang waktu.
  1. Tidak ada yang dapat membalas kebaikannya
Di bab terakhir ini setelah kita berbicara tentang akhlak kepada yang lebih tua secara umum, maka sekarang kita masuk ke bab yang lebih khusus, yaitu tentang orang tua kita sendiri.
Tak ada satupun yang dapat membalas kebaikannya, Rasulullah pernah bersabda, “tidak akan bisa seorang anak membalas budi orangtuanya, kecuali jika ia mendapati orangtua menjadi budak kemudian memerdekannya” .
Juga cerita dari Ibnu Umar bahwasannya ada seseorang tawaf di sekeliling ka’bah sambil menggendong ibunya, maka orang itu berkata, “wahai Ibnu Umar, lihatkah engkau apa yang aku lakukan? Maka apakah aku telah membalas budinya?”.
Ibnu umar menjawab, “ Tidak, walau satu hembusan nafasnya”.
Dan ini adalah beberapa akhlak seorang muslim kepada yang lebih, dan beberapa peringatan akan pentingnya hal ini.
Semoga Allah memberkahi para orangtua kaum muslimin, serta memberikan kepada kita semua taufiq untuk berbuat baik kepada mereka.
Refrensi:
  1. Buku Huquq Kibar Sin, penulis Sheikh Abdur Razaq bin Abdul Muhsin Al Abbad.
 Diterjemahkan bebas oleh Muhammad Khalid Syar’i.

Bersalawat

☆ Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya berselawat (memberi rahmat) kepada Nabi SAW, (oleh kerana itu)
☆ Wahai orang-orang yang beriman berselawatlah kamu (meminta rahmat) untuk Nabi SAW dan ucapkanlah salam dengan penuh penghormatan terhadapnya
( Al-Ahzab: 56 )

Hukum Menggambar Makhluk Bernyawa

Pada dasarnya para ‘ulama sepakat bahwa hukum menggambar makhluk bernyawa adalah haram. Banyak riwayat yang menuturkan tentang larangan menggambar makhluk bernyawa, baik binatang maupun manusia. Sedangkan hukum menggambar makhluk yang tidak bernyawa, misalnya tetumbuhan dan pepohonan adalah mubah.
Berikut ini akan kami ketengahkan riwayat-riwayat yang melarang kaum muslim menggambar makhluk bernyawa.
Dari Ibnu, dia berkata, “Rasulullah Saw bersabda, ‘Barangsiapa menggambar suatu gambar dari sesuatu yang bernyawa di dunia, maka dia akan diminta untuk meniupkan ruh kepada gambarnya itu kelak di hari akhir, sedangkan dia tidak kuasa untuk meniupklannya.’” [HR. Bukhari].
Rasulullah Saw bersabda, “Sesungguhnya diantara manusia yang paling besar siksanya pada hari kiamat adalah orang-orang yang menggambar gambar-gambar yang bernyawa.” (lihat Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, bab Tashwiir).
Diriwayatkan oleh Imam Muslim, bahwa seorang laki-laki dateng kepada Ibnu ‘Abbas, lalu katanya, “Sesungguhnya aku menggambar gambar-gambar ini dan aku menyukainya.” Ibnu ‘Abbas segera berkata kepada orang itu, “Mendekatlah kepadaku”. Lalu, orang itu segera mendekat kepadanya. Selanjutnya, Ibnu ‘Abbas mengulang-ulang perkataannya itu, dan orang itu mendekat kepadanya. Setelah dekat, Ibnu ‘Abbas meletakkan tangannya di atas kepala orang tersebut dan berkata, “Aku beritahukan kepadamu apa yang pernah aku dengar. Aku pernah mendengar Rasulullah Saw bersabda, ‘Setiap orang yang menggambar akan dimasukkan ke neraka, dan dijadikan baginya untuk setiap gambarnya itu nyawa, lalu gambar itu akan menyiksanya di dalam neraka Jahanam.’” Ibnu ‘Abbas berkata lagi, “Bila engkau tetap hendak menggambar, maka gambarlah pohon dan apa yang tidak bernyawa.” [HR. Muslim].
Dari ‘Ali ra, ia berkata, “Rasulullah Saw sedang melawat jenazah, lalu beliau berkata, ‘Siapakah diantara kamu yang mau pergi ke Madinah, maka janganlah ia membiarkan satu berhala pun kecuali dia menghancurkannya, tidak satupun kuburan kecuali dia ratakan dengan tanah, dan tidak satupun gambar kecuali dia melumurinya?’ Seorang laki-laki berkata, ‘Saya, wahai Rasulullah.’ ‘Ali berkata, “Penduduk Madinah merasa takut dan orang itu berangkat, kemudian kembali lagi. Lelaki itu berkata, ‘Wahai Rasulullah, tidak aku biarkan satu berhala pun kecuali aku hancurkan, tidak satupun kuburan kecuali aku ratakan, dan tidak satu pun gambar kecuali aku lumuri’. Rasulullah bersabda, ‘Barangsiapa kembali lagi membuat sesuatu dari yang demikian ini, maka berarti dia telah kafir terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad Saw.’” [HR. Ahmad dengan isnad hasan].
Larangan menggambar gambar di sini mencakup semua gambar yang bernyawa, baik gambar itu timbul maupun tidak, sempurna atau tidak, dan distilir maupun tidak. Seluruh gambar yang mencitrakan makhluk bernyawa, baik lengkap, setengah, kemungkinan bisa hidup atau tidak, distilir (digayakan), maupun dalam bentuk karikatur adalah haram. Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani dalam kitab al-Syakhshiyyah al-Islamiyyah, juz 2, menyatakan, bahwa gambar yang dimaksud di dalam riwayat-riwayat di atas adalah semua gambar yang mencitrakan makhluk bernyawa, baik lengkap, setengah, kemungkinan bisa hidup atau tidak, maupun distilir atau tidak. Semuanya terkena larangan hadits-hadits di atas (Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani, al-Syakhshiyyah al-Islamiyyah, juz 2, bab Tashwiir).
Larangan yang terkandung di dalam nash-nash di atas juga tidak mengandung ‘illat. Larangan menggambar makhluk bernyawa bukan karena alasan gambar itu sempurna atau tidak. Larangan itu juga tidak berhubungan dengan apakah gambar tersebut mungkin bisa hidup atau tidak, distilir maupun tidak. Semua gambar makhluk hidup walaupun tidak lengkap hukumnya tetap haram.
Walhasil, gambar manusia dalam bentuk karikatur, komik, maupun batik yang distilir adalah haram, tanpa ada keraguan sedikitpun. Semua gambar makhluk bernyawa baik digambar secara gaya natural, surealik, kubik, maupun gaya-gaya yang lain adalah haram. Demikian juga, gambar potongan kepala, tangan manusia, sayap burung dan sebagainya adalah haram. Untuk itu, menggambar komik Sailormoon, Dragon Ball, Ninja Boy, Kunfu Boy, Samurai X, dan lain sebagainya adalah perbuatan haram.
Sedangkan proses mendapatkan gambar-gambar yang diperoleh dari proses bukan “menggambar”, misalnya dengan cara sablon, cetak, maupun fotografi, printing dan lain sebagainya, bukanlah aktivitas yang diharamkan. Sebab, fakta “menggambar dengan tangan secara langsung” dengan media tangan, kuas, mouse dan sebagainya (aktivitas yang haram), berbeda dengan fakta mencetak maupun fotografi. Oleh karena itu, mencetak maupun fotografi bukan tashwir, sehingga tidak berlaku hukum tashwir. Atas dasar itu stiker bergambar manusia yang diperoleh dari proses cetak maupun printing tidak terkena larangan hadits-hadits di atas.
Gambar Untuk Anak Kecil
Adapun menggambar makhluk bernyawa yang diperuntukkan untuk anak kecil hukumnya adalah mubah. Kebolehannya diqiyaskan dengan kebolehan membuat patung untuk boneka dan mainan anak-anak.
Diriwayatkan dari ‘Aisyah, dia berkata, “Aku bermain-main dengan mainan yang berupa anak-anakan (boneka). Kadang-kadang Rasulullah Saw mengunjungiku, sedangkan di sisiku terdapat anak-anak perempuan. Apabila Rasulullah Saw dateng, mereka keluar dan bila beliau pergi mereka datang lagi.” [HR. Bukhari dan Abu Dawud].
Dari ‘Aisyah dituturkan bahwa, Rasulullah Saw datang kepadanya sepulang beliau dari perang Tabuk atau Khaibar, sedangkan di rak ‘Aisyah terdapat tirai. Lalu bertiuplah angin yang menyingkap tirai itu, sehingga terlihatlah mainan boneka anak-anakannya ‘Aisyah. Beliau berkata, “Apa ini wahai ‘Aisyah?” ‘Aisyah menjawab, “Ini adalah anak-anakanku” Beliau melihat diantara anak-anakanku itu sebuah kuda-kudaan kayu yang mempunyai dua sayap. Beliau berkata, “Apakah ini yang aku lihat ada di tengah-tengahnya?” ‘Aisyah menjawab, “Kuda-kudaan.” Beliau bertanya, “Apa yang ada pada kuda-kuda ini?” ‘Airyah menjawab, “Dua sayap.” Beliau berkata, “Kuda mempunyai dua sayap?” ‘Aisyah berkata, “Tidakkah engkau mendengar bahwa Sulaiman mempunyai kuda yang bersayap banyak?” ‘Aisyah berkata, “Maka tertawalah Rasulullah Saw sampai kelihatan gigi-gigi taring beliau.” [HR. Abu Dawud dan Nasa’i].
Riwayat-riwayat ini menyatakan dengan jelas, bahwa boneka baik yang terbuat dari kayu maupun benda-benda yang lain boleh diperuntukkan untuk anak-anak. Dari sini kita bisa memahami bahwa membuat boneka manusia, maupun binatang yang diperuntukkan bagi anak-anak bukanlah sesuatu yang terlarang. Demikian juga membuat gambar yang diperuntukkan bagi anak-anak juga bukan sesuatu yang diharamkan oleh syara’. Ibnu Hazm berkata, “Diperbolehkan bagi anak-anak bermain-main dengan gambar dan tidak dihalalkan bagi selain mereka. Gambar itu haram dan tidak dihalalkan bagi selain mereka (anak-anak). Gambar itu diharamkan kecuali gambar untuk mainan anak-anak ini dan gambar yang ada pada baju.” (lihat Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah). Wallahu A’lam bi al-Shawab.(www.konsultasi-islam.com)

Nasehat

Hormatilah para nabi dan Rosul sesuai perintah ALLAH SWT, Tuhan Semesta Alam, karena mereka adalah manusia pilihan ALLAH SWT yang membawa risalah ketuhanan, dan kita adalah keturunan mereka... Wallahu'alam

Menanti Seorang Pemimpin yang Adil

“Aku kabarkan berita gembira mengenai Al-Mahdi yang diutus Allah ke tengah ummatku ketika banyak terjadi perselisihan antar-manusia dan gempa-gempa. Ia akan penuhi bumi dengan keadilan dan kejujuran sebagaimana sebelumnya dipenuhi dengan kesewenang-wenangan dan kezaliman.” (HR Ahmad 10898)

Zaman Fitnah

Zaman fitnah adalah zaman seakan kejahatan diperbolehkan, yakni ketika zaman ini didominasi oleh orang-orang lalim yang berniat ingin memanfaatkan agama untuk kepentingan dunianya. Orang-orang lalim itu tidak segan menyewa ulama su' untuk memuluskan kepentingannya, sementara menafikkan perintah agama. Orang itu bisa saja seakan berhasil menjalankan niatnya, namun suatu saat perbuatan mereka akan dipertanggungjawabkan di akhirat kelak. Karena setiap perbuatan akan dimintai pertanggungjawabkan oleh ALLAH SWT (QS. Fushilat :20-22). Oleh karena itu kita mesti bersabar dan terus beribadah secara ikhlas. Itu hanyalah bagian dari cobaan keimanan kita kepada ALLAH SWT, Tuhan Semesta Alam, Tuhan yang Maha Menciptakan. Apabila kita berghasil, maka keridhoaan dan JannahNya akan kita dapatkan. Wallahu'alam.

Seorang Muslim

Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda,“Bukanlah seorang Mukmin, yaitu seorang yang suka mencela, tidak pula seorang yang suka melaknat, bukan seorang yang keji dan kotor ucapannya.”[HR. Bukhari dalam Kitabnya Al Adabul Mufrad halaman 116 dari hadits Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu].

Jangan Aniaya

Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA dari Nabi SAW, beliau bersabda: “Barangsiapa pernah menganiaya saudaranya, baik yang berhubungan dengan kehormatannya ataupun sesuatu yang lain (harta benda), maka hendaknya ia segera minta dihalalkan (minta ma’af), sebelum tiba masa di mana dinar dan dirham sudah tiada berguna lagi (sebelum datangnya kematian). (Jika hal itu tidak dilakukan). Apabila baginya (memiliki simpanan) amal shalih maka amalnya itu akan diambil (sebagai pengganti) sesuai kadar kedzalimannya. Dan jika dia tidak memiliki (amal) kebaikan, maka kejelekan (dosa-dosa) orang yang teraniaya akan dilimpahkan dan dibebankan kepadanya”. (HR Bukhari)

Berbuat Adil dan Beramar Maruf Nahi Mungkar

Zaman sekarang adalah zaman materialisme, dimana orang condong pada kebendaan. Hal itu memaksa orang berlaku zalim dan aniaya, karena untuk mendapatkan keinginannya yang bersifat materialistis orang akan melakukan hal apapun. Hal itu akan menimbulkan fitnah itu akan menimbulkan kekacauaan timbul dimana-mana, juga kesengsaraan. Islam memerintahkan kita dan beramar ma'ruf nahi mungkar. Maka dari itu kita harus melakukan apa yang diperintahkan agama tersebut. Apabila kita melakukan apa yang diperintahkan agama, maka keridhoaan dan JannahNya akan kita dapatkan, dan kita akan hidup bahagia dunia akhirat... Wallahu'alam... AAMIIN