Sabtu, 27 Februari 2016
Bangsa Arab
'Cintailah/ Sayangilah oleh kamu akan Arab karena tiga hal : karena aku orang Arab,
Alquran berbahasa Arab dan pembicaraan ahli surga dengan bahasa Arab'.
HR. At tabrani, al hakim, al baihaqi dan selainnya.
Selasa, 09 Februari 2016
Sombong Adalah Selendang ALLAH
Tidak ada orang yang suka pada orang yang bersifat dan bersikap
sombong. Sombong adalah salah satu sifat yang sangat dibenci oleh ALLAH.
Sombong adalah perasaan menganggap diri lebih (lebih baik, lebih
istimewa, lebih cerdas, lebih kaya, lebih tampan, lebih cantik, dsb.)
atas orang lain, dan memandang orang lain lebih rendah dan lebih hina.
Dalam Al-Qur’an surat Luqman ayat 18 dan 19, ALLAH SWT berfirman,
Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.
Dari dua ayat di atas kita bisa menarik sebuah kesimpulan bahwa sikap dan sifat sombong, angkuh dan suka membanggakan diri sangat tidak disukai oleh ALLAH SWT. Tetapi ALLAH sangat menyukai sifat rendah hati dan sederhana. Ada banyak lagi ayat-ayat dalam Al-Qur’an yang mencela sikap sombong di antaranya:
Aku akan memalingkan orang-orang yang menyombongkan dirinya di muka bumi tanpa alasan yang benar dari tanda-tanda kekuasaan-Ku. (QS. Al-A’raaf [7]: 146)
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong. (QS. An-Nahl [16]: 23)
Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina. (QS. Al-Mu’min [40]: 60)
Rasulullah saw., pun mencela sikap sombong. Abdullah bin Mas’ud meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda,
Tidak akan masuk surga orang yang hatinya terdapat seberat biji sawi dari sikap sombong. (HR. Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad)
Di hadits yang lain Rasulullah saw. bersabda,
ALLAH SWT berfirman, sifat sombong itu selendang-KU, dan keagungan itu pakaian-KU. Barangsiapa yang menentang-KU dari keduanya, maka AKU masukkan ia ke neraka Jahannam. (HR. Muslim, Abu Dawud dan Ahmad)
Sementara itu Amr bin Syu’aib meriwayatkan dari ayahnya dari kakeknya, bahwasanya Rasulullah saw. bersabda,
Orang-orang yang sombong besok di hari kiamat akan dikumpulkan seperti semut-semut kecil dalam bentuk manusia, mereka datang dengan hina dari berbagai tempat, mereka diberi minum dari keringat penduduk neraka yang berupa nanah dan darah penduduk neraka. (HR. Ahmad danAt-Tirmidzi: 2492)
Abi Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda,
Saya diperlihatkan 3 (tiga) golongan pertama yang masuk surga dan 3 (tiga) golongan pertama yang masuk neraka. Adapun tiga golongan pertama yang masuk surga adalah orang yang mati syahid, budak yang dimiliki tuannya akan tetapi ia melaksanakan ibadah kepada ALLAH SWT dengan sebaik-baiknya dan memberikan nasihat kepada tuannya, dan orang yang menjauhkan dirinya dari hal-hal yang haram dan meminta-minta orang lain, padahal ia mempunyai tanggungan keluarga. Sedangkan tiga golongan pertama yang masuk neraka adalah pemimpin yang sewenang-wenang dan orang mempunyai harta banyak, akan tetapi ia tidak memberikannya kepada orang lain yang berhak menerimanya dan orang fakir yang sombong. (HR. Ahmad, Ibnu Hibban, Ath-Thayalisy, dan Al-Hakim)
Manusia sesungguhnya adalah makhluk yang dhaif (lemah) karena itu tidak berhak untuk menyombongkan diri dengan apapun yang dimilikinya. Sesungguhnya semua yang dimiliki oleh manusia hanyalah titipan, hakikatnya semua adalah milik ALLAH. Dan semua itu akan kembali kepada-NYA.
Sungguh jelas ancaman ALLAH atas sifat dan sikap sombong ini seperti yang sudah dituliskan pada ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadits di atas. Jika sudah sedemikian jelas ancaman untuk kesombongan, apakah kita masih berani untuk sombong??
Mari kita tanggalkan pakaian kesombongan, takutlah akan ancaman ALLAH SWT. Mari kita beristighfar, memohon ampun atas kesombongan-kesombongan yang mungkin pernah kita lakukan, baik secara terang-terangan maupun secara tersembunyi. Mari kita pakai pakaian rendah hati untuk menggantikan pakaian kesombongan yang pernah atau masih kita kenakan. Semoga ALLAH SWT mengampuni dosa-dosa yang telah kita lakukan.. amin yaa Rabb..
Dalam Al-Qur’an surat Luqman ayat 18 dan 19, ALLAH SWT berfirman,
Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.
Dari dua ayat di atas kita bisa menarik sebuah kesimpulan bahwa sikap dan sifat sombong, angkuh dan suka membanggakan diri sangat tidak disukai oleh ALLAH SWT. Tetapi ALLAH sangat menyukai sifat rendah hati dan sederhana. Ada banyak lagi ayat-ayat dalam Al-Qur’an yang mencela sikap sombong di antaranya:
Aku akan memalingkan orang-orang yang menyombongkan dirinya di muka bumi tanpa alasan yang benar dari tanda-tanda kekuasaan-Ku. (QS. Al-A’raaf [7]: 146)
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong. (QS. An-Nahl [16]: 23)
Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina. (QS. Al-Mu’min [40]: 60)
Rasulullah saw., pun mencela sikap sombong. Abdullah bin Mas’ud meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda,
Tidak akan masuk surga orang yang hatinya terdapat seberat biji sawi dari sikap sombong. (HR. Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad)
Di hadits yang lain Rasulullah saw. bersabda,
ALLAH SWT berfirman, sifat sombong itu selendang-KU, dan keagungan itu pakaian-KU. Barangsiapa yang menentang-KU dari keduanya, maka AKU masukkan ia ke neraka Jahannam. (HR. Muslim, Abu Dawud dan Ahmad)
Sementara itu Amr bin Syu’aib meriwayatkan dari ayahnya dari kakeknya, bahwasanya Rasulullah saw. bersabda,
Orang-orang yang sombong besok di hari kiamat akan dikumpulkan seperti semut-semut kecil dalam bentuk manusia, mereka datang dengan hina dari berbagai tempat, mereka diberi minum dari keringat penduduk neraka yang berupa nanah dan darah penduduk neraka. (HR. Ahmad danAt-Tirmidzi: 2492)
Abi Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda,
Saya diperlihatkan 3 (tiga) golongan pertama yang masuk surga dan 3 (tiga) golongan pertama yang masuk neraka. Adapun tiga golongan pertama yang masuk surga adalah orang yang mati syahid, budak yang dimiliki tuannya akan tetapi ia melaksanakan ibadah kepada ALLAH SWT dengan sebaik-baiknya dan memberikan nasihat kepada tuannya, dan orang yang menjauhkan dirinya dari hal-hal yang haram dan meminta-minta orang lain, padahal ia mempunyai tanggungan keluarga. Sedangkan tiga golongan pertama yang masuk neraka adalah pemimpin yang sewenang-wenang dan orang mempunyai harta banyak, akan tetapi ia tidak memberikannya kepada orang lain yang berhak menerimanya dan orang fakir yang sombong. (HR. Ahmad, Ibnu Hibban, Ath-Thayalisy, dan Al-Hakim)
Manusia sesungguhnya adalah makhluk yang dhaif (lemah) karena itu tidak berhak untuk menyombongkan diri dengan apapun yang dimilikinya. Sesungguhnya semua yang dimiliki oleh manusia hanyalah titipan, hakikatnya semua adalah milik ALLAH. Dan semua itu akan kembali kepada-NYA.
Sungguh jelas ancaman ALLAH atas sifat dan sikap sombong ini seperti yang sudah dituliskan pada ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadits di atas. Jika sudah sedemikian jelas ancaman untuk kesombongan, apakah kita masih berani untuk sombong??
Mari kita tanggalkan pakaian kesombongan, takutlah akan ancaman ALLAH SWT. Mari kita beristighfar, memohon ampun atas kesombongan-kesombongan yang mungkin pernah kita lakukan, baik secara terang-terangan maupun secara tersembunyi. Mari kita pakai pakaian rendah hati untuk menggantikan pakaian kesombongan yang pernah atau masih kita kenakan. Semoga ALLAH SWT mengampuni dosa-dosa yang telah kita lakukan.. amin yaa Rabb..
Janganlah Mencela Makhluk Allah Subhanahu wa Ta’ala
Ucapan terkadang ringan dimulut,
seakan-akan angin yang berhembus tanpa ada yang menghalanginya,
sehingga ada sebagian orang yang membuat hamba Allah tersakiti, dan
murka, bahkan “menyakiti” Allah ketika mencela makhluk-Nya. Sebab, mencela makhluk sama dengan mencela Allah.
Karenanya, Allah Ta’ala- mengajarkan kepada kita melalui lisan Nabi-Nya
-Shollallahu ‘alaihi wasallam- cara menjaga lisan dari “hobi mencela“, karena ini akan mendatangkan dosa .
1. Jangan Mencela Masa (Waktu)
Masa
adalah salahsatu makhluk ciptaan Allah -Ta’ala-. Seorang ketika mencela
makhluk ibaratnya mencela Pembuat, dan Penciptanya. Si pencela ini
seakan tak menghormati, dan menghargai si Pencipta; seakan makhluk yang
dicelanya, tak ada gunanya. Padahal Allah menciptakannya berdasarkan
hikmah yang amat tinggi.
Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- melarang kita mencela masa dalam sabdanya,
لَا تَسُبُّوْا الدَّهْرَ فَإِنَّ اللهَ هُوَ الدَّهْرُ
“Janganlah kamu mencela masa, karena Allah adalah masa!” [HR. Muslim dalam Shohih-nya (2246), dan Ahmad dalam Al-Musnad (9126)]
Mencela
masa dan mengembalikan kesialan kepada masa berarti menyakiti Allah
-Ta’ala- . Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda,
قَالَ
اللهُ عَزَّ وَجَلَّ يُؤْذِيْنِيْ ابْنُ آدَمَ يَقُوْلُ يَا خَيْبَةَ
الدَّهْرِ فَلَا يَقُوْلَنَّ أَحَدُكُمْ يَا خَيْبَةَ الدَّهْرِ فَإِنِّيْ
أَنَا الدَّهْرُ أُقَلِّبُ لَيْلَهُ وَنَهَارَهُ
“Allah
Azza wa Jalla berfirman: ” Anak adam manyakiti-Ku; anak Adam berkata,
“Wah, Celaka karena masa”. Janganlah seorang diantara kalian berkata, “Wah, Celaka karena masa“, karena Aku dalah masa, Aku membolak-balikkan malam dan siang“. [HR. Bukhariy dalam Shohih-nya (4826), Muslim dalam Shohih-nya (2246)].
Imam Al-Baghowiy-rahimahullah- berkata, “Sabda Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam-, ” janganlah seseorang mangatakan : “Wah, celaka karena masa!”,
maknanya bahwa diantara kebiasaan orang Arab adalah mencela masa, yaitu
pada waktu kejadian-kejadian (musibah), karena menisbatkan
musibah-musibah dan perkara-perkara yang tidak disukai kepada masa.
Mereka biasa mengatakan (tentang orang yang tertimpa musibah),
“Masa-masa sial telah menimpa mereka; mereka telah dibinasakan oleh masa“. Allah -Subhanahu wa -Ta’ala-’ telah menyebutkan tentang mereka di dalam kitab-Nya seraya berfirman,
وَقَالُوْا مَا هِيَ إِلَّا حَيَاتُنَا الدَّنْيَا نَمُوْتُ وَنَحْيَا وَمَا يُهْلِكُنَا إِلَّا الدَّهْرُ
“Mereka
berkata, “Kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja;
kita mati dan kita hidup. Tidak ada yang akan membinasakan kita selain
masa“. ((QS.Al-Jatsiyah :24 ).
Jika
mereka menisbatkan kesusahan yang menimpa mereka kepada masa, berarti
mereka mencela pelaku yang membuat kesusahan-kesusahan itu, sehingga
celaan mereka tertuju kepada Allah -Ta’ala, karena Dia adalah Pelaku
sebenarnya terhadap perkara-perkara yang mereka nisbatkan kepada masa.
Oleh karena inilah, mereka dilarang mencela masa”. [Lihat Syarhus Sunnah
12/357, cet. Al-Maktab Al-Islamiy, dengan tahqiq Syu’aib
Al-Arna’uth1398 H]
Ibnu Qoyyim Al-Jauziyyah-rahimahullah- berkata, “Pencela
masa akan berkisar dalam dua perkara; ia harus terkena oleh
salahsatunya: entah ia mencela Allah, ataukah ia musyrik
(memperserikatkan Allah), karena jika ia meyakini bahwa masa adalah
pelaku bersama Allah, maka ia adalah musyrik. Jika ia meyakini bahwa
Allah saja yang melakukan hal itu, sedang ia mencela yang melakukannya,
maka sungguh ia telah mencela Allah“. [Lihat Zaadul Ma’ad (2/323), dengan tahqiq Al-Arna’uth, cet. Mu’assasah Ar-Risalah, 1407 H]
Faedah:
Jangan
dipahami dari hadits ini bahwa Allah adalah masa, sebab masa adalah
makhluk. Abu Sulaiman Al-Khoththobiy-rahimahullah- berkata ketika
me-syarah hadits di atas, “Maknanya: Aku adalah pemilik masa, dan
pengatur segala urusan yang kalian nisbahkan kepada masa. Barangsiapa
yang mencela masa, karena dia adalah pelaku bagi urusan-urusan ini, maka
celaannya kembali kepada-Ku, karena Aku adalah Pelakunya. Masa itu
hanyalah waktu dan zaman yang aku jadikan sebagai wadah waktu terjadinya
urusan-urusan“. [Lihat Al-Qowa’id Al-Mutsla (hal.27), dengan Ta’liq Asyrof bin Abdil Maqshud, cet. Adhwa’ As-Salaf ]
2.Jangan Mencela Demam
Jika orang diuji dengan penyakit, seringkali dia tidak bersabar,
bahkan berkeluh kesah atau mencela penyakit yang dia derita. Padahal
semua yang dialami seorang mukmin itu baik baginya. Jika dia
menyikapinya seperti yang dituntunkan oleh Rasulullah -Shollallahu
‘alaihi wasallam-, ini akan membersihkan seorang mukmin dari
dosa-dosanya.
Jabir bin abdullah -radhiyallahu ‘anhu- berkata,
أَنَّ
رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَخَلَ عَلَى أُمِّ
السَّائِبِ أَوْ أُمِّ الْمُسَيَّبِ فَقَالَ مَالَكِ ؟ يَا أُمَّ
السَّائِبِ أَوْ يَا أُمَّ الْمُسَيَّبِ تُزَفْزِفِيْنَ ؟ قَالَتْ
الْحُمَّى لَا بَارَكَ اللهُ فِيْهَا فَقَالَ لَا تَسُبِّيْ الْحُمَّى
فَإِنَّهَا تُذْهِبُ خَطَايَا بَنِيْ آدَمَ كَمَا يُذْهِبُ الْكِيْرُ
خَبَثَ الْحَدِيْدِ
“Rasulullah
-Shollallahu ‘alaihi wasallam- menemui Ummu Saib atau Ummu Musayyab,
lalu beliau bersabda: “kenapa engkau wahai ummu saib”, atau ” Wahai
Ummul Musayyab engkau gemetar”. Dia menjawab: “Demam, semoga Allah tidak memberkahinya”. Maka beliau bersabda: “janganlah
engkau mencela demam, sesungguhnya demam itu akan menghilangkan
dosa-dosa anak Adam sebagaiman tungku api pandai besi membersihkan
kotoran besi“. [HR.Muslim (2575)]
Beginilah
terapi Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- dalam mengobati hati dan
lisan seseorang sehingga seorang mukmin bersih dari segala perkara yang
merusak citra dirinya di hadapan Allah dan para hamba-hamba-Nya. Inilah
keistimewaan Islam; ia mengajarkan akhlaq yang mulia dalam segala
perkara.
3.Jangan Mencela Binatang
Binatang
–walaupun rendah dalam pandangan kita- juga tak boleh dicela, karena ia
adalah nikmat ciptaan Allah yang membantu, dan memudahkan urusan dunia,
dan akhirat kita.
Abu Barzah Al-Aslamiy -radhiyallahu ‘anhu- berkata,
بَيْنَمَا
جَارِيَةٌ عَلَى نَاقَةٍ عَلَيْهَا بَعْضُ مَتَاعِ الْقَوْمِ إِذْ
بَصُرَتْ بِالنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَتَضَايَقَ بِهِمْ
الْجَبَلُ فَقَالَتْ حَلْ اللَّهُمَّ الْعَنْهَا قَالَ فَقَالَ النَّبِيُّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تُصَاحِبُنَا نَاقَةٌ عَلَيْهَا
لَعْنَةٌ
“ketika
seorang budak wanita berada diatas seekor onta tunggangan, dan di atas
onta itu terdapat barang milik orang-orang lain. Ketika onta itu melihat
nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- sedangkan (jalan) gunung menjadi
sempit dengan mereka. Maka budak wanita itu berkata: “yak cepatlah hai
onta, wahai Allah laknatlah onta ini! ” maka Nabi bersabda: “onta yang dilakanat itu tidak boleh menemani kami“. [HR. Muslim dalam Shohih-nya (2596)].
Syaikh Husain Al-Awayisyah-hafizhahullah- berkata, “Alangkah agung dan indahnya agama ini, yang melarang celaan terhadap binatang.
Sebuah agama yang berusaha membersihkan hati; agama yang berusaha
membersihkan lidah. Sesungguhnya manusia yang terbiasa mencela binatang,
akan mudah baginya mencela manusia. Sesungguhnya manusia yang terbiasa
menjaga lidahnya dari mencela binatang, akan mudah baginya menjaga
lidahnya di dalam segala yang diridhoi oleh Allah -Ta’ala-, InsyaAllah“. [Lihat Hasho’id Al-Alsun (hal.157), cet. Darul Hijrah].
4.Jangan Mencela Ayam Jantan
Mungkin
ada diantara kita tak pernah berpikir kalau ayam yang kita lihat
sehari-hari, ternyata ia memiliki keutamaan membantu manusia dalam
beribadah, karenanya Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- memuji ayam
jantan, dan melarang kita mencelanya. Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa
sallam- bersabda melarang kita mencela ayam jantan, karena ayam jantan
itu berkokok untuk membangunkan manusia agar beribadah kepada
penciptanya,
لَا تَسُبُّوْا الدِّيْكَ فّإِنَّهُ يُوْقِظُ لِلصَّلَاةِ
“Janganlah kamu mencela ayam, karena ayam jantan itu membangunkan (orang) untuk shalat“. [HR. Abu Dawud dalam Sunan-nya(5101). Di-shohih-kan oleh syaikh Al-Albaniy dalam Takhrij Misykah Al-Mashobih (4136)].
Husain bin Al-Hasan Al-Hulaimiy-rahimahullah- berkata, “Dalam
hadits ini terdapat dalil yang menunjukkan bahwa segala sesuatu yang
diambil suatu faedah darinya, tak pantas untuk dicela, dan direndahkan,
bahkan haknya untuk dimuliakan, dan disyukuri; dihadapai (dipergauli)
dengan baik“. [Lihat Faidhul Qodir Syarh Al-Jami’ Ash-Shoghir (1/1327/no.9786) karya Abdur Ra’uf Al-Munawiy]
Adapun
kebiasaan sebagian orang yang suka menghina ayam jantan, bahwa itu
hanyalah binatang, maka ini merupakan perbuatan sia-sia, dan tolol.
Justru perbuatannya tersebut yang pantas dicela. Lebih konyol lagi, jika
ayam jantan ini tidak sekedar dihina, tapi disakiti tubuhnya ketika
atraksi judi “Sabung Ayam” !!
6.Jangan Mencela Angin
Nabi
-Shollallahu ‘alaihi wasallam- juga melarang mencela angin, karena
sesungguhnya angin itu berhembus dengan perintah Penciptanya, bukan atas
kemauannya sendiri, maka mencela angin berarti mencela Allah -Ta’ala- .
Tapi hendaknya seseorang jika melihat hembusan angin yang menakutkannya
hendaklah dia berdo’a dengan do’a yang dituntunkan oleh nabi
-Shollallahu ‘alaihi wasallam- sebagaimana hadits berikut ini:
لَا
ت َ سُبُّوْا الرِّيْحَ فَإِذَا رَأَيْتُمْ مَا تَكْرَهُوْنَ فَقُوْلُوْا
اللَهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ مِنْ خَيْرِ هَذِهِ الرِّيْحِ وَخَيْرِ مَا
فِيْهَا وَخَيْرِ مَا أُمِرَتْ بِهِ وَنَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ هَذِهِ
الرِّيْحِ وَشَرِّ مَا فِيْهَا وَشَرِّ مَا أُمِرَتْ بِهِ
” Janganlah kamu mencela angin!
Jika kamu melihat apa yang kamu tidak suka dari angin itu maka
berkatalah: wahai Allah, kami mohon kepadamu kebaikan angin ini, dan
berlindung kepada-Mu dari keburukan angin ini, dan dari keburukan yang
ada pada angin ini, dan dari keburukan yang angin ini dikirim“. [HR. At-Tirmidzy dalam Sunan-nya(2252), Ahmad dalam Al-Musnad (5/123/no.21176)Hadits ini di-shohih-kan oleh Al-Albaniy dalam Ash-Shohihah (2756)].
Syaikh Abdur Rahman bin Hasan Alusy Syaikh-rahimahullah- berkata, “Angin
itu berhembus dengan penciptaan Allah -Ta’ala-’ dan perintah-Nya,
karena Allah yang menciptakannya dan memerintahkannya. Maka mencelanya
berarti mencela Pelakunya, yaitu Allah -Ta’ala-, sebagaimana telah
berlalu tentang larangan mencela masa, dan ini menyerupainya. Tak ada
yang melakukannya, kecuali orang yang bodoh terhadap Allah dan
agama-Nya,dan terhadap perkara yang Dia syariatkan kepada
hamba-hamba-Nya. Jadi, Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- melarang
orang-orang yang beriman dari perkara yang dikatakan oleh orang-orang
yang bodoh dan kasar. Beliau membimbing mereka kepada perkara yang
disukai untuk dikatakan pada saat angin berhembus, yaitu beliau
bersabda, ” Jika kamu melihat apa yang kamu tidak sukai dari angin itu
maka katakanlah, “Ya Allah, kami mohon kepada-Mu dari kebaikan angin
ini, dan dari kebaikan yang ada pada angin ini, dan dari kebaikan yang
angin ini dikirim. Kami berlindung kepada-Mu dari keburukan angin ini,
dan dari keburukan yang ada pada angin ini, dan dari keburukan yang
angin ini dikirim”. Di dalam do’a ini terdapat peribadahan kepada Allah,
ketaatan kepada-Nya dan kepada Rasul-Nya, dan menolak
keburukan-keburukan; menyebut karunia dan nikmat Allah. Inilah keadaan
orang-orang yang bertauhid dan beriman. Berbeda dengan keadaan
orang-orang yang fasik dan penuh dengan maksiat, orang-orang yang
dihalangi dari mencicipi rasa tauhid yang merupakan hakikat iman“. (Lihat Fathul Majid Syarh Kitab Tauhid (hal. 559), cet. Dar Alam Al-Kutub, 1417 H)
Jangan Mengghibah
Berapa banyak ghibah telah merusak amalan orang-orang shalih; berapa
banyak ghibah telah menggugurkan pahala orang-orang yang beramal; dan
berapa banyak ghibah itu telah mendatangkan kemurkaan Rabb semesta
alam...
(Ibnul Jauzi rahimahullahu, At-Tadzkirah, I/124)
(Ibnul Jauzi rahimahullahu, At-Tadzkirah, I/124)
Akhlak Utama
Dari Uqbah bin Amir, dia berkata:
"Rasulullah SAW bersabda, "wahai Uqbah, bagaimana jika ku beritahukan kepadamu tentang akhlak penghuni dunia dan akhirat yang paling utama? Hendaklah engkau menyambung hubungan persaudaraan dengan orang yang memutuskan hubungan denganmu, hendaklah engkau memberi orang yang tidak mahu memberimu dan maafkanlah orang yang telah menzalimimu." (HR.Ahmad, Al-Hakim dan Al-Baghawy).
"Rasulullah SAW bersabda, "wahai Uqbah, bagaimana jika ku beritahukan kepadamu tentang akhlak penghuni dunia dan akhirat yang paling utama? Hendaklah engkau menyambung hubungan persaudaraan dengan orang yang memutuskan hubungan denganmu, hendaklah engkau memberi orang yang tidak mahu memberimu dan maafkanlah orang yang telah menzalimimu." (HR.Ahmad, Al-Hakim dan Al-Baghawy).
Akhlak Terhadap Orang Yang Lebih Tua
Akhlaq yang di perintahkan oleh Islam dalam menghormati seseorang yang lebih tua adalah,
- Penghormatan
Nabi Muhammad Shallahu Alaihi wa Sallam
bersabda, “Bukanlah dari kami siapa yang tidak menghormati yang tua, dan
tidak menyanyangi yang muda” .(Hr. Tirmdizi).
Di dalam hadist ini terdapat kalimat
yang besar maknanya dimana orang tua harus di hormati dan disayangi,
karena menghormati orang yang lebih tua adalah hak mereka . Dan
penghormatan yang lebih muda terhadap yang lebih tua adalah akhlak yang
paling di tekankan dalam hal ini.
- Memuliakan
Nabi Shallahu alai wa Sallam bersabda,
“Sesungguhnya termasuk dalam penganggungan terhadap Allah adalah
memuliakan seorang muslim yang telah tua”. (HR. Abu Dawud, di hasankan
oleh Sheikh Al Albani)
Kata “memuliakan” disini maknanya adalah
berbicara dengan baik dan sopan kepadanya, juga memperlembut muamalah
terhadapnya, dan akhlak akhlak baik lainnya yang patut di berikan kepada
yang lebih tua.
- Memulai mengucapkan salam kepadanya
Rasulullah bersabda,
يسلم الصغير على الكبير، و الراكب على الماشي. رواه البخاري
“Yang lebih kecil memberikan salam
kepada yang lebih tua, dan orang yang memakai kendaraan memberikan salam
kepada yang berjalan kaki”. (HR. Bukhari).
Maka jika kamu bertemu seorang yang
lebih tua darimu maka janganlah menunggu mereka memberi salam kepadamu,
justru yang lebih muda harus segera memberikan salam kepadanya dengan
penuh penghormatan, adab yang baik, serta kelembutan.
Juga seorang yang lebih muda harus bisa
melihat kondisi seseorang yang lebih tua darinya, jika orangtua ini
mempunyai pendengaran yang baik maka ucapkanlah salam dengan suara yang
dapat dia dengar tanpa menganggunya, dan jika orangtua tersebut telah
lemah pendengarannya maka seseorang yang lebih muda harus memberikan
salam sesuai dengan kondisi orang tua tersebut.
- Jika engkau berbicara kepadanya maka panggilah dengan panggilan yang lembut.
Panggilah orang yang lebih tua darimu
dengan sebut sebutan yang sopan, seperti Paman, Kakak, Abang atau yang
semisalnya, dalam rangka penghormatan terhadap mereka.
Di riwayatkan dari Abi Umamah bin Sahl,
dia berkata, “ Kami pernah sholat dzuhur bersama Umar bin Abdul Aziz
kemudian kami keluar, kemudian kami masuk lagi kedalam masjid,lalu kami
melihat Anas bin Malik sedang sholat asar, maka aku berkata, “ Wahai Paman,
Shlolat apa yang kau kerjakan?”, dia berkata, “ Sholat Asar, dan ini
adalah sholatnya Rasulullah yang dulu kami sholat bersamanya”. (HR.
Bukhari)
Di riwayatkan dari jalan Abdurahman bin
Auf, dia berkata, “ Aku pernah berdiri di barisan pada saat perang badr,
kemudian aku melihat sebelah ke kanan dan kiriku, aku mendapati ada dua
orang anak kecil dari kaum Ansor, Mereka masih sangat muda, dan aku
berharap bisa lebih kuat dari mereka, lalu satu dari mereka memanggilku, “ Wahai Paman,
apakah engkau tahu yang mana Abu Jahl?”, Aku berkata, “iya, aku tahu
apa yang kau inginkan darinya?”, anak itu berkata, “Aku di kabarkan
bahwa dia menghina Rasulullah, Aku bersumpah dengan Dzat yang jiwa aku
ada ditanganNya, jika aku bertemu dengannya maka aku tidak akan
melepaskannya samapai ada di salah satu dari kami yang mati dahulu”.
(HR. Bukhari)
Dari dua hadist diatas, kita dapatkan
bahwa yang lebih muda memanggil orang yang lebih tua darinya dengan
sebutan yang baik dan sopan.
- Mendahuluinya di segala hal yang baik
Termasuk akhlaq yang baik adalah
mendahulukan orangtua dalam berbicara, memberikan tempat kepadanya di
dalam majelis, mendahulukan memberi makan kepada orangtua, dan ini
termasuk hak hak mereka.
Di riwayatkan oleh Imam Bukhari dan
Muslim dalam kitabnya, bahwasanya Abdurahman bin Sahl serta Muhiyisoh
dan Huwayisoh pergi menemui Nabi Shallahu Alaihi wa sallam, kemudian
setelah sampai ke pada Nabi, berbicaralah yang paling muda diantara
mereka yaitu Abdurahman bin Sahl, , maka Nabi Muhammad Shallahu Alahi wa
Sallam memotong perkataanya seraya berkata, “yang tua dulu yang
berbicara”, maksudnya adalah Muhiyisoh dan Huwayisoh.
- Merawatnya
Sudah kita ketahui bahwa seseorang yang
telah tua, maka akan lemah badannya, akan lemah penglihatannya serta
pendengarannya dan lain lain. Oleh sebab itu kita harus selalu benar
benar merawat mereka, karena kelak kitapun akan berada di masa yang
mereka rasakan sekarang.
Allah berfirman,
للَّهُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ ضَعْفٍ
ثُمَّ جَعَلَ مِنْ بَعْدِ ضَعْفٍ قُوَّةً ثُمَّ جَعَلَ مِنْ بَعْدِ قُوَّةٍ
ضَعْفًا وَشَيْبَةً يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ وَهُوَ الْعَلِيمُ الْقَدِير
(الروم:54)
Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari
keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah keadaan lemah itu
menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah
(kembali) dan beruban. Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan
Dialah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa. (QS. Ar- Rum 54)
Juga Allah berfirman,
Dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan (adapula) di antara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai pikun. (QS. Al Haj:5)
Dari ayat tadi kita dapatkan bahwa
merupakan hak orangtua atas yang lebih muda adalah mengetahui tentang
kesehatannya, kemudian merawatnya. Bahkan sebagian orangtua karena
badannya yang melemah, serta kemampuan otaknya pun menurun akhirnya
menjadikan dia seperti anak yang masih kecil.
Maka jika seseorang tidak mengetahui
tentang masalah kesehatan dan lemahnya seseorang yang telah tua maka dia
akan tidak sabar dalam mengurusnya, akan buruk muamalahnya, dikarena
dia tidak merasakan apa yang dialami seorang yang telah menua. Lain
halnya jika seseorang merasakan atau membayangkan dirinya seperti
orangtua yang lemah, serta mengetahui bahwa merawatnya adalah hak mereka
atas kita, maka diapun akan mengurusnya dengan sebaik baiknya.
Dan juga yang menjadi perhatian,adalah
seorang anak yang awalnya selalu berbuat baik kepada orangtua serta
menjaganya kemudian berubah menjadi buruk muamalahnya, tak sabar menjaga
orangtuanya, bahkan sampai mengirim orangtuanya ke panti jompo, bahkan
mungkin sampai tidak menjenguknya walaupun sekali, walaupun di hari
hari lebaran.
Jika anak ini di tanya apakah dia ingin
diperlakukan seperti itu oleh anaknya pada saat dia tua nanti, tentu
jawabannya tidak, tidak ada manusia yang ridho diperlakukan seperti itu.
Rasulullah bersabda,
فَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يُزَحْزَحَ عَنْ
النَّارِ وَيُدْخَلَ الْجَنَّةَ فَلْتَأْتِهِ مَنِيَّتُهُ وَهُوَ يُؤْمِنُ
بِاللهِ وَالْيَوْمِ ا خْآلِرِوَلْيَأْتِ إِلَى النَّاسِ الَّذِي يُحِبُّ
أَنْ يُؤْتَى إِلَيْهِ
“Barang siapa ingin dijauhkan dari api
neraka dan dimasukkan ke dalam surga, hendaklah saat kematian
mendatanginya ia dalam keadaan beriman kepada Allahl dan hari akhir,
hendaknya pula dia mempergauli manusia dengan sikap yang dia senang
untuk diperlakukan terhadap dirinya.” (HR. Muslim)
- Mendoakannya
Mendokan orang tua, untuk dipanjangkan
umurnya dalam ketaatan kepada Allah, juga doakan mereka di beri taufiq
dalam beramal sholih, serta senantiasa dalam naungan Allah, juga meminta
kepada Allah agar mereka dipakaikan pakain kesehatan, diberikan husnul
khotimah, dan dijadikan golongan orang yang berada di dalam hadist Nabi ,
“Sebaik baiknya manusia adalah yang panjang umurnya serta baik amalnya” (HR. Ahmad)
Diceritakan bahwa Sulaiman bin Abdul
Malik menemui orang tua yang ada di dalam masjid, kemudian bertanya
kepadanya, “Wahai Fulan, sekarang kau sudah tua, apakah kau ingin mati
saja?, Orang tua itu menjawab, “Tidak”, Kenapa? Tanya Sulaiman. “Telah
pergi masa mudaku dan keburukan di dalamnya, dan datang masa tua dan
kebaikannya, aku jika ingin bangun dari tempat dudukku, aku berkata
Bismillah, jika aku duduk aku katakan Alhamdulillah, maka aku lebih suka
keadaan seperti ini”.
Orang tua ini lebih ingin kehidupannya
berlangsung seperti masa tuanya yang di penuhi dzikir dan syukur, dari
pada masa muda yang banyak akan syahwat dan buang buang waktu.
- Tidak ada yang dapat membalas kebaikannya
Di bab terakhir ini setelah kita
berbicara tentang akhlak kepada yang lebih tua secara umum, maka
sekarang kita masuk ke bab yang lebih khusus, yaitu tentang orang tua
kita sendiri.
Tak ada satupun yang dapat membalas
kebaikannya, Rasulullah pernah bersabda, “tidak akan bisa seorang anak
membalas budi orangtuanya, kecuali jika ia mendapati orangtua menjadi
budak kemudian memerdekannya” .
Juga cerita dari Ibnu Umar bahwasannya
ada seseorang tawaf di sekeliling ka’bah sambil menggendong ibunya, maka
orang itu berkata, “wahai Ibnu Umar, lihatkah engkau apa yang aku
lakukan? Maka apakah aku telah membalas budinya?”.
Ibnu umar menjawab, “ Tidak, walau satu hembusan nafasnya”.
Dan ini adalah beberapa akhlak seorang muslim kepada yang lebih, dan beberapa peringatan akan pentingnya hal ini.
Semoga Allah memberkahi para orangtua kaum muslimin, serta memberikan kepada kita semua taufiq untuk berbuat baik kepada mereka.
Refrensi:
- Buku Huquq Kibar Sin, penulis Sheikh Abdur Razaq bin Abdul Muhsin Al Abbad.
Diterjemahkan bebas oleh Muhammad Khalid Syar’i.
Bersalawat
☆ Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya berselawat (memberi rahmat) kepada Nabi SAW, (oleh kerana itu)
☆ Wahai orang-orang yang beriman berselawatlah kamu (meminta rahmat) untuk Nabi SAW dan ucapkanlah salam dengan penuh penghormatan terhadapnya
( Al-Ahzab: 56 )
☆ Wahai orang-orang yang beriman berselawatlah kamu (meminta rahmat) untuk Nabi SAW dan ucapkanlah salam dengan penuh penghormatan terhadapnya
( Al-Ahzab: 56 )
Hukum Menggambar Makhluk Bernyawa
Pada dasarnya para ‘ulama sepakat bahwa hukum menggambar makhluk
bernyawa adalah haram. Banyak riwayat yang menuturkan tentang larangan
menggambar makhluk bernyawa, baik binatang maupun manusia. Sedangkan
hukum menggambar makhluk yang tidak bernyawa, misalnya tetumbuhan dan
pepohonan adalah mubah.
Berikut ini akan kami ketengahkan riwayat-riwayat yang melarang kaum muslim menggambar makhluk bernyawa.
Dari Ibnu, dia berkata, “Rasulullah Saw bersabda, ‘Barangsiapa menggambar suatu gambar dari sesuatu yang bernyawa di dunia, maka dia akan diminta untuk meniupkan ruh kepada gambarnya itu kelak di hari akhir, sedangkan dia tidak kuasa untuk meniupklannya.’” [HR. Bukhari].
Rasulullah Saw bersabda, “Sesungguhnya diantara manusia yang paling besar siksanya pada hari kiamat adalah orang-orang yang menggambar gambar-gambar yang bernyawa.” (lihat Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, bab Tashwiir).
Diriwayatkan oleh Imam Muslim, bahwa seorang laki-laki dateng kepada Ibnu ‘Abbas, lalu katanya, “Sesungguhnya aku menggambar gambar-gambar ini dan aku menyukainya.” Ibnu ‘Abbas segera berkata kepada orang itu, “Mendekatlah kepadaku”. Lalu, orang itu segera mendekat kepadanya. Selanjutnya, Ibnu ‘Abbas mengulang-ulang perkataannya itu, dan orang itu mendekat kepadanya. Setelah dekat, Ibnu ‘Abbas meletakkan tangannya di atas kepala orang tersebut dan berkata, “Aku beritahukan kepadamu apa yang pernah aku dengar. Aku pernah mendengar Rasulullah Saw bersabda, ‘Setiap orang yang menggambar akan dimasukkan ke neraka, dan dijadikan baginya untuk setiap gambarnya itu nyawa, lalu gambar itu akan menyiksanya di dalam neraka Jahanam.’” Ibnu ‘Abbas berkata lagi, “Bila engkau tetap hendak menggambar, maka gambarlah pohon dan apa yang tidak bernyawa.” [HR. Muslim].
Dari ‘Ali ra, ia berkata, “Rasulullah Saw sedang melawat jenazah, lalu beliau berkata, ‘Siapakah diantara kamu yang mau pergi ke Madinah, maka janganlah ia membiarkan satu berhala pun kecuali dia menghancurkannya, tidak satupun kuburan kecuali dia ratakan dengan tanah, dan tidak satupun gambar kecuali dia melumurinya?’ Seorang laki-laki berkata, ‘Saya, wahai Rasulullah.’ ‘Ali berkata, “Penduduk Madinah merasa takut dan orang itu berangkat, kemudian kembali lagi. Lelaki itu berkata, ‘Wahai Rasulullah, tidak aku biarkan satu berhala pun kecuali aku hancurkan, tidak satupun kuburan kecuali aku ratakan, dan tidak satu pun gambar kecuali aku lumuri’. Rasulullah bersabda, ‘Barangsiapa kembali lagi membuat sesuatu dari yang demikian ini, maka berarti dia telah kafir terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad Saw.’” [HR. Ahmad dengan isnad hasan].
Larangan menggambar gambar di sini mencakup semua gambar yang bernyawa, baik gambar itu timbul maupun tidak, sempurna atau tidak, dan distilir maupun tidak. Seluruh gambar yang mencitrakan makhluk bernyawa, baik lengkap, setengah, kemungkinan bisa hidup atau tidak, distilir (digayakan), maupun dalam bentuk karikatur adalah haram. Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani dalam kitab al-Syakhshiyyah al-Islamiyyah, juz 2, menyatakan, bahwa gambar yang dimaksud di dalam riwayat-riwayat di atas adalah semua gambar yang mencitrakan makhluk bernyawa, baik lengkap, setengah, kemungkinan bisa hidup atau tidak, maupun distilir atau tidak. Semuanya terkena larangan hadits-hadits di atas (Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani, al-Syakhshiyyah al-Islamiyyah, juz 2, bab Tashwiir).
Larangan yang terkandung di dalam nash-nash di atas juga tidak mengandung ‘illat. Larangan menggambar makhluk bernyawa bukan karena alasan gambar itu sempurna atau tidak. Larangan itu juga tidak berhubungan dengan apakah gambar tersebut mungkin bisa hidup atau tidak, distilir maupun tidak. Semua gambar makhluk hidup walaupun tidak lengkap hukumnya tetap haram.
Walhasil, gambar manusia dalam bentuk karikatur, komik, maupun batik yang distilir adalah haram, tanpa ada keraguan sedikitpun. Semua gambar makhluk bernyawa baik digambar secara gaya natural, surealik, kubik, maupun gaya-gaya yang lain adalah haram. Demikian juga, gambar potongan kepala, tangan manusia, sayap burung dan sebagainya adalah haram. Untuk itu, menggambar komik Sailormoon, Dragon Ball, Ninja Boy, Kunfu Boy, Samurai X, dan lain sebagainya adalah perbuatan haram.
Sedangkan proses mendapatkan gambar-gambar yang diperoleh dari proses bukan “menggambar”, misalnya dengan cara sablon, cetak, maupun fotografi, printing dan lain sebagainya, bukanlah aktivitas yang diharamkan. Sebab, fakta “menggambar dengan tangan secara langsung” dengan media tangan, kuas, mouse dan sebagainya (aktivitas yang haram), berbeda dengan fakta mencetak maupun fotografi. Oleh karena itu, mencetak maupun fotografi bukan tashwir, sehingga tidak berlaku hukum tashwir. Atas dasar itu stiker bergambar manusia yang diperoleh dari proses cetak maupun printing tidak terkena larangan hadits-hadits di atas.
Gambar Untuk Anak Kecil
Adapun menggambar makhluk bernyawa yang diperuntukkan untuk anak kecil hukumnya adalah mubah. Kebolehannya diqiyaskan dengan kebolehan membuat patung untuk boneka dan mainan anak-anak.
Diriwayatkan dari ‘Aisyah, dia berkata, “Aku bermain-main dengan mainan yang berupa anak-anakan (boneka). Kadang-kadang Rasulullah Saw mengunjungiku, sedangkan di sisiku terdapat anak-anak perempuan. Apabila Rasulullah Saw dateng, mereka keluar dan bila beliau pergi mereka datang lagi.” [HR. Bukhari dan Abu Dawud].
Dari ‘Aisyah dituturkan bahwa, Rasulullah Saw datang kepadanya sepulang beliau dari perang Tabuk atau Khaibar, sedangkan di rak ‘Aisyah terdapat tirai. Lalu bertiuplah angin yang menyingkap tirai itu, sehingga terlihatlah mainan boneka anak-anakannya ‘Aisyah. Beliau berkata, “Apa ini wahai ‘Aisyah?” ‘Aisyah menjawab, “Ini adalah anak-anakanku” Beliau melihat diantara anak-anakanku itu sebuah kuda-kudaan kayu yang mempunyai dua sayap. Beliau berkata, “Apakah ini yang aku lihat ada di tengah-tengahnya?” ‘Aisyah menjawab, “Kuda-kudaan.” Beliau bertanya, “Apa yang ada pada kuda-kuda ini?” ‘Airyah menjawab, “Dua sayap.” Beliau berkata, “Kuda mempunyai dua sayap?” ‘Aisyah berkata, “Tidakkah engkau mendengar bahwa Sulaiman mempunyai kuda yang bersayap banyak?” ‘Aisyah berkata, “Maka tertawalah Rasulullah Saw sampai kelihatan gigi-gigi taring beliau.” [HR. Abu Dawud dan Nasa’i].
Riwayat-riwayat ini menyatakan dengan jelas, bahwa boneka baik yang terbuat dari kayu maupun benda-benda yang lain boleh diperuntukkan untuk anak-anak. Dari sini kita bisa memahami bahwa membuat boneka manusia, maupun binatang yang diperuntukkan bagi anak-anak bukanlah sesuatu yang terlarang. Demikian juga membuat gambar yang diperuntukkan bagi anak-anak juga bukan sesuatu yang diharamkan oleh syara’. Ibnu Hazm berkata, “Diperbolehkan bagi anak-anak bermain-main dengan gambar dan tidak dihalalkan bagi selain mereka. Gambar itu haram dan tidak dihalalkan bagi selain mereka (anak-anak). Gambar itu diharamkan kecuali gambar untuk mainan anak-anak ini dan gambar yang ada pada baju.” (lihat Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah). Wallahu A’lam bi al-Shawab.(www.konsultasi-islam.com)
Berikut ini akan kami ketengahkan riwayat-riwayat yang melarang kaum muslim menggambar makhluk bernyawa.
Dari Ibnu, dia berkata, “Rasulullah Saw bersabda, ‘Barangsiapa menggambar suatu gambar dari sesuatu yang bernyawa di dunia, maka dia akan diminta untuk meniupkan ruh kepada gambarnya itu kelak di hari akhir, sedangkan dia tidak kuasa untuk meniupklannya.’” [HR. Bukhari].
Rasulullah Saw bersabda, “Sesungguhnya diantara manusia yang paling besar siksanya pada hari kiamat adalah orang-orang yang menggambar gambar-gambar yang bernyawa.” (lihat Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, bab Tashwiir).
Diriwayatkan oleh Imam Muslim, bahwa seorang laki-laki dateng kepada Ibnu ‘Abbas, lalu katanya, “Sesungguhnya aku menggambar gambar-gambar ini dan aku menyukainya.” Ibnu ‘Abbas segera berkata kepada orang itu, “Mendekatlah kepadaku”. Lalu, orang itu segera mendekat kepadanya. Selanjutnya, Ibnu ‘Abbas mengulang-ulang perkataannya itu, dan orang itu mendekat kepadanya. Setelah dekat, Ibnu ‘Abbas meletakkan tangannya di atas kepala orang tersebut dan berkata, “Aku beritahukan kepadamu apa yang pernah aku dengar. Aku pernah mendengar Rasulullah Saw bersabda, ‘Setiap orang yang menggambar akan dimasukkan ke neraka, dan dijadikan baginya untuk setiap gambarnya itu nyawa, lalu gambar itu akan menyiksanya di dalam neraka Jahanam.’” Ibnu ‘Abbas berkata lagi, “Bila engkau tetap hendak menggambar, maka gambarlah pohon dan apa yang tidak bernyawa.” [HR. Muslim].
Dari ‘Ali ra, ia berkata, “Rasulullah Saw sedang melawat jenazah, lalu beliau berkata, ‘Siapakah diantara kamu yang mau pergi ke Madinah, maka janganlah ia membiarkan satu berhala pun kecuali dia menghancurkannya, tidak satupun kuburan kecuali dia ratakan dengan tanah, dan tidak satupun gambar kecuali dia melumurinya?’ Seorang laki-laki berkata, ‘Saya, wahai Rasulullah.’ ‘Ali berkata, “Penduduk Madinah merasa takut dan orang itu berangkat, kemudian kembali lagi. Lelaki itu berkata, ‘Wahai Rasulullah, tidak aku biarkan satu berhala pun kecuali aku hancurkan, tidak satupun kuburan kecuali aku ratakan, dan tidak satu pun gambar kecuali aku lumuri’. Rasulullah bersabda, ‘Barangsiapa kembali lagi membuat sesuatu dari yang demikian ini, maka berarti dia telah kafir terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad Saw.’” [HR. Ahmad dengan isnad hasan].
Larangan menggambar gambar di sini mencakup semua gambar yang bernyawa, baik gambar itu timbul maupun tidak, sempurna atau tidak, dan distilir maupun tidak. Seluruh gambar yang mencitrakan makhluk bernyawa, baik lengkap, setengah, kemungkinan bisa hidup atau tidak, distilir (digayakan), maupun dalam bentuk karikatur adalah haram. Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani dalam kitab al-Syakhshiyyah al-Islamiyyah, juz 2, menyatakan, bahwa gambar yang dimaksud di dalam riwayat-riwayat di atas adalah semua gambar yang mencitrakan makhluk bernyawa, baik lengkap, setengah, kemungkinan bisa hidup atau tidak, maupun distilir atau tidak. Semuanya terkena larangan hadits-hadits di atas (Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani, al-Syakhshiyyah al-Islamiyyah, juz 2, bab Tashwiir).
Larangan yang terkandung di dalam nash-nash di atas juga tidak mengandung ‘illat. Larangan menggambar makhluk bernyawa bukan karena alasan gambar itu sempurna atau tidak. Larangan itu juga tidak berhubungan dengan apakah gambar tersebut mungkin bisa hidup atau tidak, distilir maupun tidak. Semua gambar makhluk hidup walaupun tidak lengkap hukumnya tetap haram.
Walhasil, gambar manusia dalam bentuk karikatur, komik, maupun batik yang distilir adalah haram, tanpa ada keraguan sedikitpun. Semua gambar makhluk bernyawa baik digambar secara gaya natural, surealik, kubik, maupun gaya-gaya yang lain adalah haram. Demikian juga, gambar potongan kepala, tangan manusia, sayap burung dan sebagainya adalah haram. Untuk itu, menggambar komik Sailormoon, Dragon Ball, Ninja Boy, Kunfu Boy, Samurai X, dan lain sebagainya adalah perbuatan haram.
Sedangkan proses mendapatkan gambar-gambar yang diperoleh dari proses bukan “menggambar”, misalnya dengan cara sablon, cetak, maupun fotografi, printing dan lain sebagainya, bukanlah aktivitas yang diharamkan. Sebab, fakta “menggambar dengan tangan secara langsung” dengan media tangan, kuas, mouse dan sebagainya (aktivitas yang haram), berbeda dengan fakta mencetak maupun fotografi. Oleh karena itu, mencetak maupun fotografi bukan tashwir, sehingga tidak berlaku hukum tashwir. Atas dasar itu stiker bergambar manusia yang diperoleh dari proses cetak maupun printing tidak terkena larangan hadits-hadits di atas.
Gambar Untuk Anak Kecil
Adapun menggambar makhluk bernyawa yang diperuntukkan untuk anak kecil hukumnya adalah mubah. Kebolehannya diqiyaskan dengan kebolehan membuat patung untuk boneka dan mainan anak-anak.
Diriwayatkan dari ‘Aisyah, dia berkata, “Aku bermain-main dengan mainan yang berupa anak-anakan (boneka). Kadang-kadang Rasulullah Saw mengunjungiku, sedangkan di sisiku terdapat anak-anak perempuan. Apabila Rasulullah Saw dateng, mereka keluar dan bila beliau pergi mereka datang lagi.” [HR. Bukhari dan Abu Dawud].
Dari ‘Aisyah dituturkan bahwa, Rasulullah Saw datang kepadanya sepulang beliau dari perang Tabuk atau Khaibar, sedangkan di rak ‘Aisyah terdapat tirai. Lalu bertiuplah angin yang menyingkap tirai itu, sehingga terlihatlah mainan boneka anak-anakannya ‘Aisyah. Beliau berkata, “Apa ini wahai ‘Aisyah?” ‘Aisyah menjawab, “Ini adalah anak-anakanku” Beliau melihat diantara anak-anakanku itu sebuah kuda-kudaan kayu yang mempunyai dua sayap. Beliau berkata, “Apakah ini yang aku lihat ada di tengah-tengahnya?” ‘Aisyah menjawab, “Kuda-kudaan.” Beliau bertanya, “Apa yang ada pada kuda-kuda ini?” ‘Airyah menjawab, “Dua sayap.” Beliau berkata, “Kuda mempunyai dua sayap?” ‘Aisyah berkata, “Tidakkah engkau mendengar bahwa Sulaiman mempunyai kuda yang bersayap banyak?” ‘Aisyah berkata, “Maka tertawalah Rasulullah Saw sampai kelihatan gigi-gigi taring beliau.” [HR. Abu Dawud dan Nasa’i].
Riwayat-riwayat ini menyatakan dengan jelas, bahwa boneka baik yang terbuat dari kayu maupun benda-benda yang lain boleh diperuntukkan untuk anak-anak. Dari sini kita bisa memahami bahwa membuat boneka manusia, maupun binatang yang diperuntukkan bagi anak-anak bukanlah sesuatu yang terlarang. Demikian juga membuat gambar yang diperuntukkan bagi anak-anak juga bukan sesuatu yang diharamkan oleh syara’. Ibnu Hazm berkata, “Diperbolehkan bagi anak-anak bermain-main dengan gambar dan tidak dihalalkan bagi selain mereka. Gambar itu haram dan tidak dihalalkan bagi selain mereka (anak-anak). Gambar itu diharamkan kecuali gambar untuk mainan anak-anak ini dan gambar yang ada pada baju.” (lihat Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah). Wallahu A’lam bi al-Shawab.(www.konsultasi-islam.com)
Nasehat
Hormatilah para nabi dan Rosul sesuai perintah ALLAH SWT, Tuhan Semesta Alam, karena mereka adalah manusia pilihan ALLAH SWT yang membawa risalah ketuhanan, dan kita adalah keturunan mereka... Wallahu'alam
Menanti Seorang Pemimpin yang Adil
“Aku kabarkan berita gembira mengenai
Al-Mahdi yang diutus Allah ke tengah ummatku ketika banyak terjadi
perselisihan antar-manusia dan gempa-gempa. Ia akan penuhi bumi dengan
keadilan dan kejujuran sebagaimana sebelumnya dipenuhi dengan
kesewenang-wenangan dan kezaliman.” (HR Ahmad 10898)
Zaman Fitnah
Zaman fitnah adalah zaman seakan kejahatan diperbolehkan, yakni ketika zaman ini didominasi oleh orang-orang lalim yang berniat ingin memanfaatkan agama untuk kepentingan dunianya. Orang-orang lalim itu tidak segan menyewa ulama su' untuk memuluskan kepentingannya, sementara menafikkan perintah agama. Orang itu bisa saja seakan berhasil menjalankan niatnya, namun suatu saat perbuatan mereka akan dipertanggungjawabkan di akhirat kelak. Karena setiap perbuatan akan dimintai pertanggungjawabkan oleh ALLAH SWT (QS. Fushilat :20-22). Oleh karena itu kita mesti bersabar dan terus beribadah secara ikhlas. Itu hanyalah bagian dari cobaan keimanan kita kepada ALLAH SWT, Tuhan Semesta Alam, Tuhan yang Maha Menciptakan. Apabila kita berghasil, maka keridhoaan dan JannahNya akan kita dapatkan. Wallahu'alam.
Seorang Muslim
Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda,“Bukanlah seorang Mukmin,
yaitu seorang yang suka mencela, tidak pula seorang yang suka melaknat,
bukan seorang yang keji dan kotor ucapannya.”[HR. Bukhari dalam Kitabnya
Al Adabul Mufrad halaman 116 dari hadits Abdullah bin Mas’ud
radhiallahu ‘anhu].
Jangan Aniaya
Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA dari Nabi SAW, beliau bersabda:
“Barangsiapa pernah menganiaya saudaranya, baik yang berhubungan dengan
kehormatannya ataupun sesuatu yang lain (harta benda), maka hendaknya ia
segera minta dihalalkan (minta ma’af), sebelum tiba masa di mana dinar
dan dirham sudah tiada berguna lagi (sebelum datangnya kematian). (Jika
hal itu tidak dilakukan). Apabila baginya (memiliki simpanan) amal
shalih maka amalnya itu akan diambil (sebagai pengganti) sesuai kadar
kedzalimannya. Dan jika dia tidak memiliki (amal) kebaikan, maka
kejelekan (dosa-dosa) orang yang teraniaya akan dilimpahkan dan
dibebankan kepadanya”. (HR Bukhari)
Berbuat Adil dan Beramar Maruf Nahi Mungkar
Zaman sekarang adalah zaman materialisme, dimana orang condong pada kebendaan. Hal itu memaksa orang berlaku zalim dan aniaya, karena untuk mendapatkan keinginannya yang bersifat materialistis orang akan melakukan hal apapun. Hal itu akan menimbulkan fitnah itu akan menimbulkan kekacauaan timbul dimana-mana, juga kesengsaraan. Islam memerintahkan kita dan beramar ma'ruf nahi mungkar. Maka dari itu kita harus melakukan apa yang diperintahkan agama tersebut. Apabila kita melakukan apa yang diperintahkan agama, maka keridhoaan dan JannahNya akan kita dapatkan, dan kita akan hidup bahagia dunia akhirat... Wallahu'alam... AAMIIN
Langganan:
Postingan (Atom)